Eri Cahyadi Resmikan Langgar Gipo Jadi Cagar Budaya dan Destinasi Religi Surabaya
yupan
Sabtu, 15 Juni 2024 16:47 WIB
Surabaya, eNews - Langgar Gipo di Jalan Kalimas Udik Gang 1 Nomor 51 Surabaya resmi menjadi cagar budaya dan destinasi wisata Religi Kota Surabaya.
Peresmian dilakukan langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi didampingi oleh keluarga Gipo yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (YIKS), serta sejumlah tokoh agama Surabaya seperti KH Mas Sulaiman dari Pondok Ndresmo Surabaya, Sabtu (15/6/24).
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan bahwa Langgar Gipo adalah bagian dari sejarah yang penting bagi kota Surabaya.
"Lokasi penggemblengan para santri dan arek-arek Surabaya melawan penjajahan itu ada dua, di Ndresmo (Sidosermo Surabaya,Red) dan di Langgar Gipo ini," ungkap Eri Cahyadi.
Lanjut Eri, langgar Gipo menjadi tempat berkumpulnya para Ulama baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah seperti KH Mas Mansyur.
Sejarah ini, sambung Eri, sangat penting untuk diketahui dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
"Saya ingin anak-anak Surabaya maju boleh, tapi jangan sampai melupakan sejarah," kata Eri.
Untuk itulah, Eri melakukan renovasi terhadap bangunan langgar tersebut yang dimulai sejak Februari 2024. Ia lantas menetapkan Langgar Gipo sebagai Cagar Budaya dengan tempat ibadah di lantai 1 dan museum di lantai 2. Eri berencana akan mengajak anak-anak SD dan SMP yang menjadi kewenangan Pemkot untuk berkunjung ke Langgar Gipo sebagai salah satu destinasi wisata Kota Tua Surabaya.
"Nanti saya minta satu orang dari keluarga Gipo untuk menceritakan sejarah langgar ini pada anak-anak," tegasnya.
Sementara, dalam buku "Langgar (Bani) Gipo, 'Markas' Ulama-Santri (Embrio NU di Surabaya)" yang diterbitkan Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA/2024), Ketua Yayasan IKSA HA Wachid Zein menyebut Langgar Gipo itu didirikan oleh keluarga Sagipoddin (H. Abdul Latief Bin Kamaludddin Bin Kadirun atau H Abdul Latief Sagipodin atau Gipo) pada 1717 M (sesuai tetenger pada geladak langgar/musholla).
"Jadi, Langgar Gipo sudah berusia 307 tahun pada 2024, namun sejak dibangun, Langgar Gipo baru disertifikatkan oleh anaknya Gipo yakni H Tarmidzi pada April 1830, sebagai langgar/surau keluarga," terang Wachid Zein.
Setelah itu, H Hasan Basri Sagipoddin atau Hasan Gipo (lahir 1869 dan wafat 1934) melakukan optimalisasi fungsi langgar, karena beliau memang tokoh pergerakan, selain saudagar, diantaranya menampung jamaah haji kapal laut dan tempat singgah perwakilan Komite Hijaz untuk berangkat ke Arab Saudi lewat jalur laut," kata Wachid Zein.
Tahun 1996, Yayasan IKSA mulai memfungsikan Langgar Gipo sebagai tempat Halalbihalal Bani Gipo. Selain itu, pihaknya juga sudah mengurus akta notaris untuk Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) pada tahun 2023 dengan Sekretariat Yayasan IKSA di jalan Ampel Magefur 46, Surabaya, yang dicatat oleh notariat Ny Erna Anggraini Hutabarat SH MSi dengan Akta Notaris nomor 7 Tanggal 31 Januari 2023.
Pihaknya juga bersilaturrahmi ke Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Balai Kota Surabaya (18/3/2024) untuk mendorong Pemkot Surabaya menjadikan Langgar Gipo sebagai salah satu zona untuk destinasi wisata "Kota Lama" (Zona Arab/Ampel, China/Kembang Jepun, Eropa/ Jembatan Merah) dengan melakukan renovasi Langgar Gipo sejak awal 2024 hingga selesai pada 31 Mei 2024 (HUT Ke-731 Kota Surabaya).
"Satu lagi, pengurus IKSA juga merencanakan Haul Hasan Gipo dan HUT Langgar Gipo pada setiap Bulan Maulid Nabi (Rabiul Awal) mulai tahun ini. Tahun ini (2024), Haul Hasan Gipo adalah Haul ke-90 (wafat tahun 1934 dan lahir tahun 1869) dan HUT ke-307 Langgar Gipo (berdiri tahun 1717)," ujarnya.
"Rencananya, ada ikrar wakaf Langgar Gipo kepada NU, agar syiar Langgar Gipo dan Hasan Gipo sampai ke tingkat nasional, sedang Yayasan IKSA menangani urusan teknis saja," kata Wachid Zein.
Saudagar dan Pergerakan
Langgar/musholla dengan luas 209 meterpersegi (lebar xpanjang = 11x20) itu memiliki keramik lantai yang sama persis dengan Masjid Ampel (yang didirikan 1420 M) dan belum mengalami perubahan hingga direnovasi oleh Pemkot Surabaya pada April-Mei 2024, kecuali keramik paling belakang di langgar yang diganti, serta nama jalan yang berganti menjadi Jalan Kalimas Udik, padahal saat era Gipo disebut Jalan Kampung Baru Gipo.
Kenapa Langgar Gipo itu bertempat di kawasan pergudangan di Ampel dan dekat dengan Kalimas? Sumber sejarah yang direkam IKSA mencatat Gipo memang orang kaya yang usahanya, antara lain; importir beras dari luar negeri; importer tekstil dari India; eskportir palawija ke Pakistan, India, Arab, Persia; memiliki kapal sendiri; memiliki pergudangan di wilayah Kalimas; dan memiliki penginapan di Surabaya.
"Oleh karena itu, Mbah/Kakek Gipo membangun Langgar Gipo di kawasan pergudangan Kalimas Udik dan dekat Kalimas, agar para karyawan tetap melakukan ibadah di tengah kesibukan dan kondisinya memang jauh sehingga perlu langgar/surau/musholla," kata Ketua IKSA, HA Wachid Zein, dalam sambutan pada peresmian 'Cagar Budaya' Langgar Gipo oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Pada era H Hasan Gipo, Langgar/surau Gipo di Jalan Kalimas Udik I/51, Ampel, Surabaya itu menjadi multi fungsi sebagai tempat perjuangan dan "pusat penggemblengan" para pejuang, sekaligus "titik temu" dari keluarga besar NU dan Muhammadiyah (KH Mas Mansur dan H Hasan Gipo), karena Hasan Gipo adalah tokoh pergerakan, selain sebagai saudagar, bahkan akrab dengan KH Wahab Chasbullah, sehingga didaulat menjadi ketua umum pertama PBNU/HBNO.
Sebagai pusat penggemblengan pejuang santri saat perjuangan November 1945, Langgar Gipo memiliki kolam/sumur berbentuk segiempat (tempat berendam), gentong (air minum/kanuragan/kesaktian), dan bunker/terowongan (tempat persembunyian). Sementara itu, Langgar Gipo sebagai sentra pergerakan menjadi tempat pertemuan ulama dan tokoh-tokoh pejuang (Soekarno, HOS Tjokroaminoto, dr Soetomo, Kartosuwiryo, SK Trimurti, Musso/PKI, KH Wahab Chasbullah, KH Mas Mansur, dan sebagainya).
Fakta yang paling penting terkait Langgar Gipo adalah peran "tokoh"-nya yakni H Hasan Gipo yang menjadi "tanfizdiyah" (pelaksana teknis) atau Ketua Umum PBNU yang pertama sejak muktamar pertama NU di Peneleh, Surabaya (21-13 September 1926), hingga 9 kali menjadi ketua umum (1926-1934).
Rumah Hasan Gipo di sisi timur Masjid Ampel (Jalan Ampel Masjid di sisi makam Bobsaid), memang tidak jauh dari rumah mertua KH Wahab Chasbullah di Kertopaten Gang 3, Ampel, Surabaya, yang menjadi pembentukan Komite Hijaz yang akhirnya menjadi NU. (yud)
Baca Lainnya
Kelompok KKNMAS 23 di Desa Menuran Menjadi Petugas Upacara Kemerdekaan Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 2 Bulan
Terus Ajak Anak Muda Lestarikan Adat dan Budaya Minang, Gubernur Sumbar Apresiasi Para Tuo Silek
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Bulan
Bupati Tanah Datar Bangga Tradisi Dulu Diangkat Kembali
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Bulan
Perkenalkan Karya Seni Tari Tradisi melalui FKTD 2024
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Bulan
Tutup MPLS, SD Khadijah Hadirkan Kesenian Reog Ponorogo
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Bulan
Angklung Indonesia Tampil Memukau di Festival Internasional Murcia 2024
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Bulan
Heboh! MPLS SD Muhammadiyah 24 Surabaya Ajarkan Tari Remo Kenalkan Budaya Bangsa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Bulan
Ini Harapan Kepala Disparpora Bengkulu di Forum Penguatan Tata Kelola Destinasi Pariwisata
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Bulan
Malam Satu Suro, 70 Pusaka Dijamas Termasuk Tombak Abirawa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Bulan
JCC dan Festival Peneleh 2024, Komitmen Perkuat Sinergi Pengembangan Kampung Wisata Sejarah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Bulan