Kedamaian dalam Keheningan
Fathan Faris Saputro
Jumat, 15 November 2024 15:35 WIB
Oleh: Fathan Faris Saputro (Anggota MPI PCM Solokuro)
Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, tinggal seorang pemuda bernama Arga yang mendambakan ketenangan. Setiap hari ia menghabiskan waktu menyusuri sawah dan hutan di sekitar desanya. Bagi Arga, suara alam dan keheningan desa adalah pelipur lara yang tak tergantikan.
Suatu sore, Arga memutuskan berjalan lebih jauh dari biasanya, menyusuri jalur setapak yang jarang ia lewati. Udara segar menerpa wajahnya, dan desiran angin yang lembut menemaninya sepanjang jalan. Di sana, hanya suara alam yang memeluknya dalam damai.
Arga berhenti di tepi sungai kecil, duduk di atas batu sambil memandangi aliran air yang tenang. Ia mendengarkan gemericik air, seolah mendengar suara alam yang penuh makna. Di tempat itu, Arga merasa seakan waktu berhenti dan dirinya terhubung dengan semesta.
Selama beberapa saat, ia terdiam, membiarkan pikirannya melayang tanpa gangguan. Dalam keheningan tersebut, Arga menyadari banyak hal yang sering terabaikan di tengah kesibukan. Betapa sering manusia terjebak dalam kebisingan dan melupakan suara hati yang sesungguhnya.
Arga mulai mengingat masa-masa sulit yang pernah ia lalui, saat ia sering merasa bingung dan tertekan. Namun, kini dalam keheningan, ia menemukan ketenangan yang mendalam, seakan segala masalahnya perlahan terurai. Hati Arga dipenuhi kedamaian, seperti arus sungai yang mengalir tanpa beban.
Di tempat itu, Arga menyadari bahwa keheningan bukanlah kekosongan, melainkan ruang bagi jiwa untuk menemukan arah. Dalam diam, ia merasa seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri, memahami apa yang benar-benar ia butuhkan. Keheningan ini memberinya kesempatan untuk merenung dan menerima semua hal dengan lapang dada.
Dalam perjalanan pulang, Arga merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Langkahnya terasa lebih ringan, seakan ia baru saja melepaskan beban yang selama ini tertahan. Ia tersenyum sendiri, menyadari bahwa keheningan bukan hanya mengajarkannya arti kedamaian, tetapi juga kekuatan untuk melangkah.
Di hari-hari berikutnya, Arga sering kembali ke tempat itu, duduk sendiri di tepi sungai yang tenang. Setiap kali ia merasa gelisah atau terbebani, ia mencari ketenangan di tengah keheningan alam. Sungai dan angin yang berbisik seolah menjadi sahabat setia yang selalu menyambutnya tanpa pertanyaan atau tuntutan.
Arga mulai memahami bahwa kedamaian sejati tidak datang dari luar, tetapi tumbuh dari dalam. Suara riuh dunia mungkin tidak bisa dihindari, namun kedamaian bisa ditemukan dalam jiwa yang tenang. Melalui keheningan, Arga belajar untuk berdamai dengan dirinya, menerima ketidaksempurnaan hidup, dan merangkul semua hal yang telah ia alami.
Kini, Arga menjadi pribadi yang lebih tenang dan bijaksana. Teman-temannya pun mulai menyadari perubahan dalam dirinya, melihat bagaimana Arga mampu menghadapi masalah dengan kepala dingin. Tanpa ia sadari, kedamaian yang ia temukan dalam keheningan menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.
Bagi Arga, perjalanan dalam keheningan ini adalah awal dari perjalanan yang lebih panjang. Ia tahu akan ada banyak tantangan dan kebisingan yang akan datang, namun ia tidak lagi merasa takut atau resah. Sebab dalam hatinya, ia membawa keheningan yang penuh kedamaian, seperti air sungai yang terus mengalir, membawa hikmah tanpa suara.
Baca Lainnya
Sabar di Tengah Cobaan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Hari
Indahnya Sahabat Sejati
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 24 Hari
Kesan M. Azka Selama Mengikuti Sumatif Tengah Semester
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 29 Hari
Meniti Jalan Takdir
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Seni Sabar Menghadapi Hidup
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Pujian: Refleksi atau Jebakan?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Singkirkan Dengki, Hidup Bijak
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Sehat Bersama Posyandu: Menyulam Kebersamaan Di Mushola Istiqomah Gambiran RT 30 dan RT 47
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Kesempatan untuk Berkembang Mandiri
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan