Arifin FKPT Jatim Gelorakan 'Beragama dengan Cinta' di Banyuwangi, Ajak Ortu Waspadai Konten Radikal

yupan
Selasa, 11 November 2025 09:43 WIB
Istimewa

Banyuwangi, eNews — Suasana Aula Pondok Pesantren Darunnajah Banyuwangi pagi itu terasa hidup dan penuh semangat. Gelak tawa dan antusiasme peserta mengiringi penyampaian materi dari Muchamad Arifin, Kabid Penelitian dan Pengkajian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, yang juga Instruktur Nasional Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, Sabtu (8/11/2025).

Dengan gaya komunikatif dan bahasa yang ringan, Arifin mengangkat tema “Cerdas Bermedia di Era Digital”, mengajak para peserta—yang terdiri dari tokoh perempuan, pendidik, dan aktivis anak—untuk memahami peran penting keluarga dalam melindungi generasi muda dari paparan paham intoleran dan radikal di dunia maya.

“Gadget itu ibarat pisau bermata dua. Bisa menjadi sumber ilmu dan inspirasi, tapi juga bisa menjadi pintu masuk pengaruh berbahaya jika tidak digunakan dengan bijak,” ujar Arifin membuka materinya.

Ia menekankan bahwa kecerdasan digital bukan hanya soal kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga kearifan dalam memilah informasi. Orang tua, kata Arifin, harus hadir di dunia digital anak-anak mereka—tidak sekadar mengawasi, tetapi menuntun dengan kasih sayang dan keteladanan.

Suasana kegiatan berlangsung cair dan penuh tawa. Arifin sesekali menyisipkan humor dan kisah nyata yang membuat peserta merasa dekat dan terlibat. Namun di tengah keceriaan itu, ia menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya kewaspadaan pasca peristiwa bom yang mengguncang salah satu sekolah pada 7 November 2025.

“Kita semua berduka atas kejadian kemarin. Itu peringatan nyata bagi kita bahwa paham radikal bisa menyusup dari celah mana pun—termasuk di dunia pendidikan. Karena itu, orang tua dan guru harus lebih peka, lebih peduli pada apa yang diakses dan diyakini anak-anak,” tegas Arifin dengan nada serius namun penuh empati.

Untuk memperkuat pesan, Arifin juga menayangkan testimoni mantan pelaku terorisme yang menceritakan bagaimana radikalisme sering kali berawal dari konten keagamaan yang tampak benar namun perlahan menanamkan kebencian. Tayangan itu membuat suasana seketika hening—para peserta terdiam, merenungi betapa mudahnya benih kebencian tumbuh jika dibiarkan tanpa bimbingan.

“Kita tidak ingin anak-anak kita menjadi korban dari kebodohan digital. Karena itu, mari ajarkan mereka berpikir kritis, beragama dengan cinta, dan bermedia dengan akal sehat,” pesan Arifin menutup sesi dengan nada optimistis.

Kegiatan ini meninggalkan kesan mendalam bagi peserta. Banyak di antara mereka yang merasa mendapat bekal baru dalam mendidik anak di tengah derasnya arus informasi. Dari Banyuwangi, pesan itu pun bergema:

“Cerdas bermedia, kuatkan keluarga, dan jaga Indonesia dari paham yang memecah persaudaraan.”

Baca Lainnya
OJK: DARI REGULASI HINGGA PERLINDUNGAN, SEBERAPA EFEKTIF?
Nashrul Mu'minin
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 5 Hari
DQ Kembali Salurkan Makanan untuk 2300 Warga Gaza Palestina
Wildan Rahmawan
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 7 Hari