Buku WeAreNoLongerSilent Karya Nashrul Mu'minin content writer yogakarta

Nashrul Mu'minin
Kamis, 1 Mei 2025 18:39 WIB
Foto : Buku WeAreNoLongerSilent karya Nashrul Mu'minin Content Writer Yogakarta

"We Are No Longer Silent"

Oleh: Nashrul Mu'minin – Content Writer Yogyakarta  

Prolog: Suara yang Terkubur

Aku adalah buruh. Aku adalah suara yang selama ini dibungkam. Tapi hari ini, di Kilometer Nol Yogyakarta, kami bangkit. Ini bukan hanya tentang upah, tapi tentang martabat yang direnggut, tentang hak-hak yang diinjak-injak. Kami tak lagi diam.  

Bab 1: May Day yang Tak Pernah Damai

Hari Buruh Internasional selalu dirayakan dengan parade dan pidato kosong. Tapi bagi kami, May Day adalah pertempuran. Di bawah terik matahari, ribuan buruh dan mahasiswa berkumpul di Simpang Tugu. Spanduk bertuliskan stop Militarisasi! Upah Layak untuk Keadilan Sosial!" berkibar seperti bendera perang.  

Aku melihat wajah-wajah lelah tapi penuh tekad. Mereka datang dari serikat buruh seperti MPBI DIY, KSPSI, dan FSPM. Ada juga mahasiswa UGM yang berseru, Revisi RUU TNI adalah pengkhianatan reformasi!"

Bab 2: Orasi dan Darah yang Mendidih

Di tengah kerumunan, seorang orator dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) berteriak:  

"Militerisasi hanya menguntungkan pemodal! Kami bukan budak!"

Suaranya memecah langit Yogyakarta. Aku merasakan getarannya di tulangku. Seorang kawan membacakan puisi:  

"Kami tak butuh seremoni, hanya keadilan yang tidak ditunda."Kata-kata itu seperti pisau, menusuk hati yang beku. 

Bab 3: Ayat-Ayat Perlawanan

Kami membawa poster bertuliskan:  

- QS. Al-Baqarah 279: "Janganlah kalian berbuat zalim, dan janganlah kalian dizalimi."

- Hadis Nabi "Berikan upah pekerja sebelum keringatnya kering." 

Ini bukan sekadar tuntutan materi. Ini perjuangan melawan sistem yang menghisap darah kami.  

Bab 4: Ancaman dan Kriminalisasi

LBH Yogyakarta mencatat: 15 aktivis buruh dikriminalisasi dalam setahun. Ada yang dipenjara karena mogok, ada yang diancam karena demo. Tapi kami tak gentar.  

Seorang kawan bisikkan padaku: Mereka bisa membungkam satu suara, tapi tidak ribuan suara."

Bab 5: Sore yang Bukan Akhir

Pukul 15.00 WIB, aksi bubar. Tapi koordinator kami berseru:  

"Jika tuntutan tak dipenuhi, kami kembali turun! May Day bukan seremoni, ini perang!"

Aku pulang dengan kaki lelah, tapi hati berkobar. Ini baru awal.  

Epilog: Kami Tak Akan Diam Lagi

Kami adalah buruh. Kami adalah mahasiswa. Kami adalah rakyat. Dan mulai hari ini, kami tak lagi diam.

"Keadilan bukan hadiah, tapi hak yang harus direbut."

#WeAreNoLongerSilent

(Buku ini didedikasikan untuk para buruh, aktivis, dan setiap suara yang berani melawan ketidakadilan.) 

Tertarik dengan kisah perlawanan ini? Dapatkan bukunya di toko buku terdekat atau hubungi penulis di @nashrulMuminin919 (Instagram).

Baca Lainnya
Sidang Pleno I KONPIWIL IPM Jawa Timur Dimulai
Azmi Izzudin
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 13 Jam
Laela Eka Safitri Raih Juara 1 Inovasi Terbaik di Pentas Pelangi 2025
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 13 Jam
Cleantexs Group Gelar Kajian Dukung Kemerdekaan Palestina 
Salman Al Farisi
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 2 Hari
Tari Saman LKSA At Taqwa Putri Memukau Hadirin Syawalan
Anang Dony Irawan
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 3 Hari