Dukungan Komunitas dan Tiga Pilar Strategis, Upaya Dinkes Jatim Tekan Kasus TBC Tertinggi di Surabaya
yupan
Minggu, 23 November 2025 21:33 WIB
Surabaya, eNews - Infeksi pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang dikenal sebagai tuberkulosis (TBC atau TB). Sebagian besar penyakit ini menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ lain. Robert Koch pertama kali menemukan bakteri ini pada 24 Maret 1882. Batuk-batuk, sakit dada, napas pendek, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, kedinginan, dan kelelahan adalah gejala TBC.
Menurut data yang dikumpulkan oleh World Health Organization (WHO), Indonesia adalah negara kedua dengan kasus tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia, setelah India. Pada tahun 2023, diperkirakan ada 1.060.000 kasus baru dan 134.000 kematian. Situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi masalah besar dalam pengendalian penyakit (Dunia, 2025).
TBC berkembang lebih cepat di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, peningkatan gizi buruk di beberapa negara berkembang, dan munculnya pandemi HIV/AIDS di seluruh dunia. Karena penyebaran TBC yang lebih cepat, ada peningkatan jumlah orang yang terinfeksi secara aktif dan laten, yang berarti banyak individu yang terinfeksi tetapi tidak menularkan penyakit.
Hal ini menyebabkan negara-negara berkembang menggunakan vaksin pencegah anti TBC untuk individu yang rentan.
Jumlah kasus TBC di Jawa Timur masih tinggi. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim menunjukkan bahwa penemuan kasus pada tahun 2024 tercatat sebesar 61,10% dari total perkiraan kasus 116.752. Dinkes Jatim terus berupaya memberikan informasi, penyuluhan, dan membantu masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah TBC karena jumlah kasus TBC masih tinggi.
Tercatat 6.740 kasus TBC di Surabaya dari Januari hingga Agustus 2025, yang merupakan kasus tertinggi di Jawa Timur (Kominfo.jatimprov, 2024). Angka ini terus meningkat dari 5.800 kasus TBC yang ditemukan di Surabaya pada pertengahan tahun 2024. Dengan tujuan menurunkan jumlah kasus TBC menjadi 190 per 100.000 orang, Indonesia berharap TBC akan tereliminasi pada tahun 2030 (PMK, 2024).
Untuk mencapainya, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan nasional yang fokus pada peningkatan penemuan kasus, pengobatan yang menyeluruh, pencegahan melalui terapi pencegahan TBC (TPT), dan penguatan koordinasi lintas sektor. Kebijakan ini juga mencakup alokasi anggaran, penyediaan layanan terintegrasi (seperti TBC-HIV), dan partisipasi aktif pemerintah daerah dan masyarakat.
Dalam implementasinya Dinas Kesehatan tingkat provinsi bertanggung jawab untuk mengatur program TBC di wilayahnya, mulai dari penguatan fasilitas kesehatan, surveilans, dan komunikasi kesehatan kepada masyarakat.
Dalam upaya menekan penyebaran TBC di Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengimplementasikan berbagai strategi komprehensif. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Isabela, SE., MM selaku Technical Officer (TO) Program Penanggulangan Penyakit Menular (PPM) dan Ibu Dwi Yuli Nurma Atma Jayani, S.KM selaku TO Akselerasi Program TBC, Terdapat tiga pilar utama dibalik program eliminasi TBC di wilayah ini.
Pilar pertama adalah penyelenggaraan dukungan teknis, yang mencakup persiapan konsep, implementasi, dan pelaporan program TBC secara sistematis. Pilar kedua fokus pada identifikasi dan peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan melalui kegiatan monitoring, pendampingan, koordinasi, dan pengawasan yang dilakukan secara berkala di tingkat kabupaten/kota.
Pilar ketiga adalah meningkatkan surveilans, baik secara aktif maupun pasif , untuk memastikan setiap kasus TBC ditemukan dan ditangani secepat mungkin.
Dalam implementasinya, kedua narasumber menekankan bahwa komunikasi kesehatan sangat penting untuk keberhasilan program TBC.
Hal ini sejalan dengan gagasan bahwa komunikasi kesehatan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi, tetapi juga membantu mengubah perilaku pasien dan meningkatkan kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Komunikasi langsung digunakan untuk memberi tahu pasien dan keluarga mereka tentang penularan, pentingnya pengobatan rutin selama enam bulan, dan kemungkinan efek samping obat.
Edukasi ini diberikan dengan empati dan disesuaikan dengan kondisi psikologis pasien, terutama bagi mereka yang terus mengalami ketakutan atau rasa malu karena stigma TBC yang melekat.
Program ini menjangkau masyarakat lebih luas melalui edukasi langsung dan berbagai media. Di fasilitas kesehatan dan tempat umum, informasi disebarkan melalui lembar balik, poster, dan spanduk. Selain itu, alat digital seperti WhatsApp dan video edukasi digunakan untuk mengingatkan pasien tentang jadwal kontrol secara individual.
Penggunaan WhatsApp sebagai alat komunikasi terbukti efektif dalam menjaga komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien . Namun, ada masalah karena tidak semua pasien memiliki akses ke teknologi komunikasi tersebut. Petugas kesehatan melakukan penyuluhan masyarakat melalui kegiatan posyandu dan kunjungan rumah bersama kader kesehatan untuk mengatasi perbedaan ini.
Selain itu, pentingnya partisipasi komunitas dalam program penghapusan TBC tidak boleh diabaikan. SR Yabhysa, komunitas TBC, telah membantu banyak dalam pendidikan, penemuan kasus, pendampingan, dan proses kesembuhan pasien. Petugas kesehatan dan kader serta tokoh masyarakat ini bekerja sama untuk membentuk jejaring sosial yang kuat dalam pengendalian TBC.
Selain itu, cara petugas berkomunikasi disesuaikan dengan lingkungan lokal, termasuk penggunaan bahasa daerah yang sederhana dan mudah dipahami. Untuk mencegah pasien merasa terlindungi atau terdiskriminasi, hal ini penting untuk menumbuhkan rasa nyaman dan kepercayaan pasien terhadap petugas kesehatan.
Etika dan hukum kesehatan juga menjadi perhatian penting dalam pelayanan TBC. Petugas kesehatan selalu menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan data pasien untuk menjaga privasi pasien dan mengurangi stigma sosial. Secara sistematis, pencatatan pasien TBC dilakukan melalui aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan, dan nama pasien tidak pernah diumumkan secara publik.
Pedoman Nasional Pengendalian TBC dari Kementerian Kesehatan RI dan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis harus dipatuhi dalam setiap tindakan medis yang dilakukan. Standar Prosedur Operasional (SPO) layanan TBC dapat digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, dan pelayanan diberikan tanpa diskriminasi dengan menjaga sopan santun dan empati dalam berkomunikasi.
Jika pasien menolak perawatan atau tidak patuh terhadap aturan pengobatan, petugas tidak segera menyalahkan atau mengabaikan pasien sebaliknya, mereka memberikan hak kepada pasien untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang proses pengobatan dan mendapatkan pendampingan secara teratur untuk mendorong kepatuhan.
Program eliminasi TBC di Surabaya masih menghadapi beberapa masalah meskipun berbagai pendekatan telah diterapkan. Stigma sosial terhadap penderita TBC masih menjadi tantangan utama, yang menyebabkan banyak pasien merasa malu untuk menerima perawatan medis atau mengakui kondisinya kepada orang-orang di sekitar mereka.
Rasa bosan dan efek samping obat yang tidak nyaman adalah masalah lain ketika pasien tidak mematuhi obat selama enam bulan penuh. Selain itu, keadaan menjadi lebih buruk jika pasien tidak memiliki dukungan keluarga selama proses pengobatan, karena pasien memerlukan pengawasan dan insentif dari orang-orang terdekat mereka untuk terus menjalani terapi.
Selain itu, lokasi juga menjadi masalah, terutama bagi pasien yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan dan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan transportasi. Selain itu, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan pasien terhambat oleh kekurangan alat komunikasi seperti handphone dan aplikasi WhatsApp pada sebagian pasien.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menerapkan solusi holistik dan berbasis komunitas untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut. Pasien mendapatkan pendampingan rutin dari kader TBC untuk memastikan mereka tetap patuh pada obat mereka dan tidak merasa sendirian selama pengobatan.
Kunjungan ke rumah pasien yang putus asa obat adalah upaya proaktif untuk menjangkau kembali pasien yang telah berhenti berobat dan memberikan motivasi dan edukasi ulang. Selain itu, kampanye masyarakat untuk menghilangkan stigma TBC dilakukan dengan melibatkan tokoh agama dan perangkat desa. Hal ini dilakukan agar stigma dapat dihapus secara bertahap melalui pendekatan kultural dan religius yang lebih diterima masyarakat.
Pasien yang terkendala jarak geografis juga menerima dukungan transportasi dan bantuan dari mitra TBC untuk membantu mereka mengambil obat secara teratur. Evaluasi program dilakukan secara berkala melalui analisis data untuk melacak kemajuan, menemukan masalah , dan membuat rekomendasi solusi atau strategi yang lebih baik.
Umpan balik dari fasilitas kesehatan sangat penting untuk proses evaluasi ini agar program dapat terus diperbaiki sesuai kebutuhan. Selain itu, kerja sama lintas program dan lintas sektor dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Kegiatan surveilans aktif dan pasif intensif adalah cara terbaik untuk menyebarkan informasi kesehatan.
Dalam situasi seperti ini, peran mahasiswa dan tenaga kesehatan masyarakat menjadi sangat penting, terutama dalam mendorong kesehatan dan surveilans. Untuk mencapai target eliminasi TBC, banyak pihak harus terlibat.
Secara keseluruhan, pelaksanaan kebijakan penghapusan TBC di Kota Surabaya oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mencakup pendekatan komprehensif yang melibatkan kolaborasi lintas sektor, kolaborasi lintas sektor , komunikasi kesehatan, dan etika pelayanan.
Program ini tidak hanya akan berhasil jika ada obat dan fasilitas kesehatan yang tersedia, tetapi juga jika kita dapat mewujudkan lingkungan yang ramah, bebas stigma, dan melibatkan masyarakat secara aktif di setiap fase program.
Oleh: Syaqila Qurrotul Uyun
Fakultas: Kesehatan Masyarakat
Instagram: https://www.instagram.com/syaqila.05/
Baca Lainnya
Duduk Diam, Risiko Tinggi: Mengungkap Dampak Gaya Hidup Sedentary pada Kesehatan Masyarakat
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Hari
Pelindo Husada Citra Tingkatkan Kesehatan Masyarakat Sekitar Operasional Lewat Program PHC Peduli
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 5 Hari
Babinsa Koramil Klego Dampingi Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah di MI Miftahu Ulum
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 11 Hari
Kemitraan Kemenkes-Jhpiego-Roche-Bio Farma Hasilkan Model Efektif Skrining HPV DNA untuk Eliminasi Kanker Serviks
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 12 Hari
Babinsa Jurangjero Kawal Ketat Posyandu, Pastikan Tumbuh Kembang Balita dan Cegah Stunting
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 12 Hari
Pemerataan Akses Kesehatan Canggih, RSUP Kemenkes Surabaya Kini Miliki PET Scan dan Bedah Jantung Minimal Invasif
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 14 Hari
Dandamil, Kapolsek, dan Camat Serengan Resmikan Penyaluran Makanan Bergizi Gratis di Surakarta
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Dukung Program Kesehatan Anak, Babinsa Klego Dampingi Ratusan Siswa Jalani Imunisasi DT/Td di Dua Sekolah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 24 Hari
Cegah DBD, Koramil Cepogo dan Dinkes Boyolali Gelar Fogging di Desa Cepogo
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 29 Hari
