BEM FH UM Surabaya Sikapi Situasi Politik Terkini: Demokrasi yang Dilecehkan oleh Negara

Bima Satria
Minggu, 31 Agustus 2025 21:14 WIB
Ketua BEM Fakultas Hukum UM Surabaya, Bima Satria Haidar Zulqarnain

Aksi massa yang dilakukan di berbagai kota besar Indonesia dari 25–30 Agustus 2025 menunjukkan kegelisahan publik yang semakin meningkat. Gelombang perlawanan rakyat bukanlah sekadar ledakan spontan, melainkan akumulasi kekecewaan panjang terhadap negara yang semakin gagal memenuhi janji demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan. Karena kekuasaan yang anti kritik telah lama menutup rapat yang seharusnya memungkinkan negara untuk berbicara, mahasiswa, buruh, petani, dan masyarakat sipil bersatu dalam jalanan.

Namun, rakyat Indonesia masih berduka di balik semangat perjuangan itu. Seorang anak bangsa, Affan Kurniawan, harus meregang nyawa dalam pusaran aksi. Kematian Affan adalah tragedi politik yang menunjukkan wajah asli negara yaitu kekerasan yang dilembagakan. Polisi, yang seharusnya melindungi rakyat, malah menjadi alat represif, menambah panjang daftar korban demokrasi.

Menurut Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), gugurnya Affan Kurniawan merupakan gambaran kegagalan struktural dalam organisasi negara. Pemerintah, parlemen, dan aparat keamanan telah kehilangan fokus. Kepentingan elit lebih penting daripada kepentingan rakyat.

Publik akan melihat hukum sebagai panggung sandiwara jika pelaku tidak diadili secara terbuka dan independen. Inilah situasi yang paling membahayakan bagi negara hukum: ketika hukum kehilangan otoritasnya, kepercayaan masyarakat pun runtuh.

Pertama, Presiden Prabowo Subianto harus segera mencopot menteri-menteri yang memiliki masalah. Menteri tidak pantas dipertahankan jika mereka tidak melaksanakan tugas konstitusi mereka, menimbulkan kekacauan, dan malah memperburuk krisis sosial-politik. Kabinet adalah alat untuk pekerjaan rakyat, bukan tempat transaksi politik. Presiden mengkhianati amanat rakyat dengan memanggil menteri-menteri yang sulit.

Kedua, ketua partai politik harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap DPR RI. DPR sekarang tampak seperti lembaga yang tidak peduli, tidak mendengarkan keluhan rakyat, dan hanya menjadi alat oligarki. Ketua partai politik harus bertindak tegas terhadap anggota stafnya yang menentang fungsi representasi rakyat. Tanpa pemeriksaan menyeluruh, DPR hanya akan semakin kehilangan legitimasi di mata masyarakat.

Ketiga, Presiden harus memecat Kapolri dalam waktu dekat. Institusi kepolisian sekarang dilihat sebagai alat represif yang menyebarkan ketakutan di jalanan daripada pengayom. Represifitas polisi dalam peristiwa yang terjadi antara 25 sampai 30 Agustus 2025, yang mengakibatkan kematian Affan, adalah bukti jelas kegagalan kepolisian untuk memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya. Negara tidak boleh menutup mata lagi terhadap kekerasan yang berulang kali merusak demokrasi.

Kami tegaskan bahwa suara mahasiswa bukanlah ancaman bagi negara suara mahasiswa adalah suara nurani bangsa yang hadir sebagai kontrol moral atas jalannya kekuasaan. Kekerasan dalam menanggapi kritik hanyalah menunjukkan betapa lemahnya dasar demokrasi kita. Baik Presiden Prabowo maupun tokoh-tokoh politik lainnya terkejut dengan kematian Affan Kurniawan. Bima Satria menegaskan, "Jika rezim ini terus mengabaikan tuntutan rakyat, sejarah akan mencatat mereka sebagai rezim yang gagal mengurus bangsa." tegas Ketua BEM FH UM Surabaya, Bima Satria Haidar Zulqarnain, Minggu, 31 Agustus 2025

Bima Satria Haidar Zulqarnain UM Surabaya Fakultas Hukum BEM FH UM Surabaya
Baca Lainnya