Mahasiswa FISIP Unair Dukung Komunitas Lokal Wujudkan Desa Berkelanjutan Lewat Riset SDGs

Amanat Solikah
Senin, 30 Juni 2025 21:31 WIB
Istimewa

Surabaya, eNews - Komunitas lokal konservasi tanaman obat keluarga (TOGA)  dan komunitas PKK di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi menjadi objek riset SDGs mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga.

Riset ini bertujuan untuk mendukung tercapainya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang ditekankan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) poin 11, yakni Sustainable Cities and Communities. 

Dalam rilisnya yang diterima eNews.id, Senin (30/6/2025). Riset berfokus pada keterlibatan komunitas lokal dalam mengelola tanaman TOGA, terutama Selaginella, yang banyak tumbuh di daerah beriklim sejuk seperti Desa Tamansari

Forum Diskusi dan Kunjungan Dusun: Menyerap Suara Komunitas

Sebagai bagian dari metodologi, pengumpulan data untuk riset ini dilakukan pada Kamis (29/5/2025) hingga Jum’at (30/5/2025) dengan mengadakan forum diskusi bersama kelompok PKK setempat, yang kemudian dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner terstruktur. 

Di waktu yang sama, tim riset yang juga tergabung dalam Komunitas Manifesthink melakukan kunjungan langsung ke anggota komunitas konservasi TOGA yang tersebar di tujuh dusun, yakni Kebundadap, Ampelgading, Krajan, Tanahlos, Jambu, Blimbingsari, dan Sumberwatu. 

Interaksi dengan anggota komunitas dilakukan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana aktivitas pengelolaan TOGA. 

“Tanaman Obat Keluarga (TOGA) memang banyak tumbuh di sekitar Desa Tamansari. Bahkan hampir setiap rumah punya tanamannya. Selain Sellaginella, ada juga kunyit dan jahe. Kami melihat memang tanaman-tanaman ini berpotensi,” ujar Pak Makmum, selaku bagian dari Komunitas Konservasi TOGA yang berasal dari Dusun Jambu, Kamis (29/5/2025). 

Kendala Pengelolaan: Pasar dan Manajerial

Pengelolaan tanaman obat keluarga (TOGA) seperti Selaginella di Desa Tamansari masih dihadapkan pada berbagai kendala, seperti terbatasnya akses ke pasar, hingga terbatasnya kapasitas manajerial, baik dalam hal pembagian peran maupun pengelolaan kegiatan. 

Di balik tantangan tersebut, masyarakat telah memiliki pemahaman dasar mengenai manfaat tanaman TOGA, termasuk Selaginella. Mereka mengetahui kegunaan masing-masing tanaman secara turun-temurun—seperti mana yang digunakan untuk meredakan demam, hingga menjaga daya tahan tubuh.

“Kalau kita bicara pengelolaan sumber daya desa yang berkelanjutan, maka komunitas lokal harus dilibatkan secara aktif. Mereka yang paling tahu situasi lapangan dan memiliki semangat kolektif untuk menjaga dan mengembangkan tanaman-tanaman ini,” ujar Muh Rifki Ramadhan, anggota tim riset.

Community Organizing sebagai Bekal Pembangunan Desa

Di bawah bimbingan dosen FISIP Universitas Airlangga, Putu Aditya Ferdian Ariawanta, S I P, M KP, tim riset yang diketuai oleh Balqis Saila Sufa Al Zakiyah (mahasiswa Ilmu Politik) beranggotakan Muhammad Rifki Nur Aprialdi, Muh Rifki Ramadhan, dan Bagas Febi Cahyono dari program studi Administrasi Publik, secara khusus mengkaji bagaimana pengorganisasian komunitas (community organizing) mempengaruhi efektivitas pengelolaan TOGA, ditinjau dari tiga aspek utama: sosial, ekonomi, dan lingkungan. 

“Potensi tanaman seperti Selaginella memang besar, tapi yang membuatnya berdampak adalah cara komunitas mengelolanya bersama-sama. Di situlah letak kemandirian dan semangat keberlanjutan itu tumbuh,” ujar Balqis Saila Sufa Al Zakiyah, ketua tim riset SDGs.

Dengan mengarusutamakan peran warga dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidupnya, riset ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan program berbasis komunitas di tingkat desa. (Balqis Saila Sufa Al Zakiyah)

Baca Lainnya