Dinasti Politik dan Rekrutmen Politik di Indonesia
Anang Dony Irawan
Minggu, 1 Desember 2024 20:06 WIB
Oleh: Al Qodar Purwo Sulistyo
Ketua PCM Dukuh Pakis
Dosen FH Universitas Muhammadiyah Surabaya
Hak asasi manusia merupakan isu penting dalam kenegaraan. Hak Asasi Manusia atau yang sering disingkat HAM di Indonesia telah disinggung dalam rumusan teks Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak asasi manusia adalah norma atau prinsip moral yang menggambarkan standar perilaku manusia yang dilindungi secara sistematis sebagai hukum hak asasi manusia. Negara berkewajiban menjamin dan melindungi hak-hak warga negaranya tanpa diskriminasi.
Menurut John Locke, hak kodrati itu sama bagi semua orang, juga sama antara laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan “Semua manusia itu dari kodratnya sama... mempunyai hak yang sama yang setiap orang memilikinya, kepada kebebasan kodratinya, tidak boleh ditaklukkan kepada kehendak atau otoritas orang lain”.
Hak otonomi masing-masing manusia sangat ditekankan di sini. Manusia itu otonom, dalam arti bisa menentukan sendiri apa yang bisa dibuat dan tidak akan dibuat oleh manusia. Hal ini bersumber pada kebebasan dan akal budinya. Karena manusia itu otonom, maka pemerintah tidak boleh sewenang-wenang bertindak kepada warga negaranya, sebab yang mempunyai kekuasaan sebenarnya adalah rakyat.
Dalam keadaan awal mula, manusia berada dalam kebebasan sempurna sehingga dia bisa bertindak secara otonom sesuai dengan apa yang dia kehendaki. Dalam keadaan ini, manusia juga mempunyai kesamaan sehingga tidak ada seorangpun yang lebih dari pada yang lainnya. Namun Warga Negara sepakat untuk menyerahkan sebagian kekuasaan itu kepada pemerintah (raja) dalam suatu kontrak. Inilah yang dalam terminologi John Locke disebut kontrak sosial.
Oleh karena kekuasaan itu ada di tangan rakyat dan raja hanya berkuasa sejauh diberi kekuasaan oleh rakyat, maka kalau sampai raja melenceng dari tugasnya mensejahterakan rakyat, maka rakyat bisa memecat rajanya. Salah satu tujuan dari hak kodrati ini adalah untuk membela hak-hak Warga Negara dari penguasa yang lalim pada jaman itu (Kusmaryanto, 2021).
Politik kekerabatan terbentuk karena lemahnya institusionalisasi di tubuh partai politik, salah satunya ditandai dengan tidak adanya demokratisasi di internal partai politik sehingga proses penentuan calon pemimpin jabatan politik ditentukan oleh elite-elite partai politik.
Menurut Jimly Asshiddiqie sepertiyang dikutip oleh M. Amin Nurdin, Ali Thaufan Dwi Saputra, dan Adi Prayitno, kinerja partai politik dapat ditingkatkan dengan memperkuat demokratisasi di tubuh partai politik sehingga tiap anggota partai politik dilibatkan dalam pengambilan keputusan (Dina Pangestu et al., n.d.). Hubungan patron-klien merupakan pola hubungan yang tidak sepadan, yang terjalin antara dua individu atau kelompok. Pola hubungan yang tidak sepadan tersebut dilihat dari segi kepemilikan sumber daya ekonomi, kekuasaan, atau status sosial sehinggamenjadikan patron diposisikan sebagai superior dan klien sebagai inferior.
Dinasti politik atau politik kekerabatan dapat terbentuk karena masih menjamurnya politik patronase yang terjalin antara aktor politik dengan calon pemilih melalui bantuan perantara (broker) menjelang kontestasi politik.
Politik patronase yang dilakukan aktor politik sehingga turut berperan dalam melanggengkan dinasti politik dapat berupa praktik pembelian suara (vote buying) dalam kontestasi politik, pemberian barang yang bersifat pribadi/individual gift (kalender, sembako, mukena), pendistribusian club goods (perlengkapan olahraga, alat musik, sound system), pelayanan dan aktivitas (pelayanan kesehatan gratis, demo memasak), dan lain sebagainya.
Rekrutmen politik adalah proses penyeleksian pemimpin, baik untuk menyeleksi pemimpin internal partai ataupun untuk menyeleksi pemimpin untuk menjabat dalam pemerintahan. Dalam hal ini, partai politik sebagai institusi formal yang memiliki peran dalam rekrutmen untuk menjaring aktor politik untuk kemudian menempati jabatan-jabatan politik.
Menurut Firmanzah seperti yang dikutip oleh Zaldi Rusnaedy, rekrutmen politik sebagai tahap permulaan partai politik untuk bisa memperoleh sumber dayamanusia, yang kemudian kandidat akan diseleksi selaras atau tidaknya visi dan misi kandidat tersebut dengan ideologi partai politik.
Para kandidat yang memiliki kesamaan nilai dengan partai politik memiliki potensi untukdirekrut partai politik. Dilihat dari peran partai politik tersebut, maka partai politik yang menentukan baik atau buruknya kualitas para aktor politik melalui kontestasi politik.
Dalam melaksanakan fungsi rekrutmen politik, dinasti politik lahir karena rekrutmen yang bersifat tertutup dan partai politik cenderung bersikap pragmatis dengan memilih aktor politik yang berasal dari keluarga politik dan cenderung mengesampingkan aspek yang lebih penting, seperti kapasitas individu.
Menurut Fitriyah sebagaimana dikutip oleh Moh. Nizar dan Wais Alqarni, dengan adanya kepentingan praktis partai politik, fungsi rekrutmen politik dalam partai akan condong mengutamakan aspek-aspek tertentu, seperti popularitas, modalitas, dan sebagainya.
Baca Lainnya
Peran Strategis Ibu dalam Membangun Karakter dan Keadilan Sosial
- 1 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Hari
Adab-adab yang Perlu Diketahui Umat Islam Ketika Keluar Rumah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Hari
Cara Cepat Belajar Matematika untuk Anak-anak Jalanan dan Terlantar
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 8 Hari
Penetapan Kepala Daerah Terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 9 Hari
Refleksi Akhir Tahun
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 9 Hari
Adab Belajar Di Sekolah dan Di Rumah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 10 Hari
Permasalahan Hukum dalam Pemilu dan Pilkada, Golput Bisakah Dipidana ?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 18 Hari
Yang Harus Dilakukan Ketika Bangun Tidur
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 20 Hari
Pentingnya Saling Menghargai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari