Penetapan Kepala Daerah Terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah
Anang Dony Irawan
Selasa, 17 Desember 2024 14:13 WIB

Oleh: Satria Kurniawan Putra
Mahasiswa FH UMSurabaya
Salah satu bentuk demokrasi yang memungkinkan rakyat memilih pemimpin lokal secara langsung adalah pemilihan kepala daerah. Agar hasil pemilihan dapat diterima oleh semua pihak, proses yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip legalitas dan validitas.
Legalitas mengacu pada kesesuaian proses dengan undang-undang yang berlaku, sementara validitas mengacu pada keabsahan hasil pemilihan berdasarkan substansi dan prosedur yang benar. Untuk memastikan bahwa pemilihan kepala daerah terpilih dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai dengan undang-undang, analisis hukum diperlukan dalam konteks ini.
Penetapan kepala daerah terpilih harus mengacu pada Proses Pemilu yang Transparan dan Akuntabel, setiap tahapan proses pemilihan harus dilakukan sesuai dengan peraturan oleh penyelenggara pemilihan, seperti KPU dan Bawaslu.
Penyelesaian Sengketa Hasil MK harus menyelesaikan sengketa hasil pemilu berdasarkan bukti yang kuat. Keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi dasar hukum terakhir yang menentukan legalitas penetapan.
Validitas Penetapan Kepala Daerah Terpilih
Validitas penetapan kepala daerah terpilih berhubungan erat dengan aspek-aspek kesesuaian dengan Prinsip Demokrasi proses pemilihan harus mencerminkan keinginan rakyat yang bebas dari intimidasi, politik uang, atau manipulasi lainnya.
Penetapan kepala daerah terpilih didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilihan kepala daerah nasional dan daerah. Dasar undang-undang utama yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (selanjutnya disebut UU Pilkada). Sedangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Prosedur Penetapan Kepala Daerah Terpilih
Proses penetapan kepala daerah terpilih terdiri dari beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu menghitung hasil pemilihan setelah pelaksanaan pemilihan, dan proses ini harus dilakukan secara transparan dan akurat untuk memastikan bahwa hasilnya sah.
Rekapitulasi hasil pemilihan hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat harus direkapitulasi sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. Untuk menetapkan hasil pemilihan, lembaga yang berwenang adalah KPU, yang memilih pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak untuk menjadi kepala daerah terpilih. Penetapan ini harus dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi suara yang sah dan sudah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Kesesuaian dengan Asas Kepastian Hukum
Penetapan yang sah dan valid akan memastikan kesinambungan dalam pemerintahan daerah, sementara ketidakpastian dalam proses dapat merusak legitimasi pemerintahan dan mengakibatkan penyelewengan.
KPU dan MK adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk menilai ketepatan penetapan kepala daerah terpilih. KPU bertanggung jawab untuk memastikan proses pemilihan berjalan sesuai aturan, sedangkan MK bertanggung jawab untuk memutuskan sengketa hasil pemilihan, baik yang terkait dengan klaim keberatan terhadap hasil pemilihan maupun dugaan pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan.
Penguatan regulasi, transparansi, dan pengawasan diperlukan di semua tahapan pemilihan untuk memastikan bahwa penetapan kepala daerah terpilih adalah sah dan legal. Selain itu, koordinasi antar-lembaga, penggunaan teknologi, dan pendidikan hukum masyarakat adalah komponen penting dalam menciptakan Pilkada yang demokratis, adil, dan sah secara hukum.
Untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik dan menghasilkan pemerintahan yang sah, sangat penting bahwa setiap tahapan pemilu dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai dengan prinsip demokrasi. Dengan melakukan ini, hasil pemilu diharapkan dapat diterima oleh semua pihak dan bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Jika penetapan kepala daerah terpilih tidak sah atau tidak valid, itu dapat membatalkan hasil Pilkada, menunda pelantikan, atau melakukan pemilihan ulang.
Baca Lainnya
Al-Qur’an dalam Perspektif Hermeneutika Amina Wadud: Membebaskan dari Bias Gender
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 5 Jam
Proses Pencalonan Hakim Konstitusi di DPR Dipertanyakan Keabsahannya ?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 12 Jam
HUT RI ke-80 dan Hari Konstituai: Refleksi UUD NRI Tahun 1945
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Hari
Civil Society Islam: Peran Muhammadiyah dan NU dalam Artikulasi Kemerdekaan Indonesia
- 1 Suka .
- 0 Komentar .
- 5 Hari
Renungan untuk Para Anggota MPR RI di HUT Ke-80 RI
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Hari
Ekspresi Simbolik Generasi Muda: Antara Imajinasi dan Identitas Baru
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 15 Hari
Tulisanmu, Saksi Zaman di Usia 80 Tahun Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 18 Hari
Aku, Kopi, dan Cerita yang Tak Pernah Selesai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Tapak Suci 62 Tahun: Mencetak Generasi Kuat, Mengembangkan Tradisi ke Penjuru Dunia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Aku Menulis, Maka Aku Kader: Menjaga Ingatan Umat di Tengah Derasnya Lupa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 25 Hari