HUT RI ke-80 dan Hari Konstituai: Refleksi UUD NRI Tahun 1945
M Arif'an
Minggu, 17 Agustus 2025 11:02 WIB

Jakarta, eNews – Di tengah gegap gempita peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, dan menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi tahun 2025,
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof. Dr.Juanda, S.H.,M.H mengingatkan bangsa dan Pemerintah RI khususnya para anggota MPR RI periode 2024–2029 untuk menjadikan momentum ini sebagai bahan evaluasi dan kontemplasi ketatanegaraan. Ia menilai, sejak 17 Agustus 1945, perjalanan ketatanegaraan Indonesia telah melalui berbagai fase pasang surut — mulai dari perubahan sistem pemerintahan presidensial ke parlementer di awal kemerdekaan, transformasi menjadi negara serikat pada 1949, hingga kembali ke negara kesatuan dan melewati masa-masa Orde Lama dan Orde Baru.
Menurutnya, empat kali perubahan UUD 1945 pada periode 1999–2002 membawa semangat reformasi, tetapi dinamika masa kini sesungguhnya menuntut perubahan kelima. “Ini bukan sekadar keinginan politik, melainkan keniscayaan konstitusional demi menjawab kebutuhan riilel dan rasional rakyat Indonesia di masa kini,” tegas Juanda yang selalu konsisten dengan pemikiran kritisnya.
Beberapa poin penting yang ia ajukan untuk menjadi substansi Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945 antara lain:
Penguatan peran dan kewenangan MPR agar kembali menjadi lembaga penentu arah bangsa.
Penguatan wewenang dan fungsi DPD dalam representasi daerah.
Penguatan Pengawasan DPR yang profesional dan lebih efektif terhadap jalannya pemerintahan.
Penting pengaturan Badan Khusus yang diberikan kewenangan untuk mengevaluasi putusan MK yang sifatnya "final" namun berpotensi melanggar prinsip konstitusi.
Perluasan kewenangan Komisi Yudisial yang proporsional dan profesional.
Pengaturan status hakim konstitusi secara lebih profesional.
Pengaturan Bab khusus tentang Desa/Pemerintahan Desa di luar Bab Pemerintahan Daerah Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945.
Prof. Juanda menekankan bahwa perubahan konstitusi harus berangkat dari visi bernegara untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan elite. “Kebutuhan dan kepentingan rakyat seharusnya menjadi pemandu bagi para wakilnya di MPR. Jangan sampai kita hanya merayakan kemerdekaan dan hari Konstitusi secara seremonial, tapi lupa memastikan kemerdekaan itu hadir nyata dalam kehidupan rakyat,” pungkasnya.
Baca Lainnya
Al-Qur’an dalam Perspektif Hermeneutika Amina Wadud: Membebaskan dari Bias Gender
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Jam
Proses Pencalonan Hakim Konstitusi di DPR Dipertanyakan Keabsahannya ?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 14 Jam
Civil Society Islam: Peran Muhammadiyah dan NU dalam Artikulasi Kemerdekaan Indonesia
- 1 Suka .
- 0 Komentar .
- 5 Hari
Renungan untuk Para Anggota MPR RI di HUT Ke-80 RI
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Hari
Ekspresi Simbolik Generasi Muda: Antara Imajinasi dan Identitas Baru
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 15 Hari
Tulisanmu, Saksi Zaman di Usia 80 Tahun Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 19 Hari
Aku, Kopi, dan Cerita yang Tak Pernah Selesai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Tapak Suci 62 Tahun: Mencetak Generasi Kuat, Mengembangkan Tradisi ke Penjuru Dunia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Aku Menulis, Maka Aku Kader: Menjaga Ingatan Umat di Tengah Derasnya Lupa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 25 Hari