Proses Pencalonan Hakim Konstitusi di DPR Dipertanyakan Keabsahannya ?
M Arif'an
Kamis, 21 Agustus 2025 13:15 WIB

Proses pencalonan Hakim Konstitusi yang sudah bergulir di DPR tanggal 20 Agustus 2025 telah memasuki tahapan fit and proper.
Dari fakta yang ada fit and proper terhadap calon hakim konstitusi yaitu Inosentius Samsul sebagai calon tunggal untuk menggantikan Prof Arief Hidayat yang akan memasuki masa pensiun adalah berasal dari unsur DPR.
Dan oleh karena itu memang hak dan wewenang DPR untuk melakukan seleksi mulai dari pendaftaran sampai pada sidang memutuskan siapa yang akan diusulkan kepada Presiden untuk dipercaya sebagai Hakim Konstitusi.
Dalam proses pencalonan hakim konstitusi semuanya ada pedoman ketentuan dan prinsip prinsip yang harus ditaati oleh DPR yang tidak boleh dilupakan dan dilanggar, yaitu ketentuan Pasal 19 berikut penjelasannya UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang mengatur bahwa : pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara "Transparan dan Partisipatif".
Lanjut Juanda yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Esa Unggul ini, apa yang dimaksud Transparan dan Partisipatif ? Tentu jelas dan tegas di dalam penjelasannya Pasal 19 tadi yaitu calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik.
Sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut membrikan masukan terhadap calon hakim yang bersangkutan.
Tidak hanya Pasal 19 dimaksud yang harus dipedomani dan taati tetapi juga Pasal 20 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi yaitu mengatur dengan tegas bahwa : " proses pemilihan hakim konstitusi dari ketiga unsur lembaga negara dilakukan melalui proses seleksi yang objektif, akuntabel, transparan, dan terbuka oleh masing-masing lembaga negara".
Pertanyaannya apakah proses pencalonan hakim konstitusi tersebut sudah mempedomani ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 ini, Kalau jawabnya "sudah" pertanyaan selanjutnya kapan diumumkan di media massa tentang mulai dari tahapan pendaftaran, seleksi administrasi, tahap kelulusan administrasi, dan jadwal fit and proper sampai tahapan pengambilan keputusan di sidang paripurna, setahu saya belum pernah ada terbaca diumumkan baik di media massa cetak maupun elektronik.
Yang saya tahu hanya membaca berita dan melihat di TV TV nasional hanya diberitakan adanya tahapan " fit and proper" . Tetapi soal pendaftaran calon, soal seleksi administrasi kapan dan soal siapa-siapa saja yang ikut dan lulus seleksi tidak terbaca dan terdengar dan terlihat di masa media.
Jadi bagaimana masyarakat bisa berpartisipasi kalau DPR tidak mengumumkan adanya pendaftaran calon dan sebagainya di media massa.
Berpartisipasi dalam bentuk mencalonkan atau dicalonkan atau memberikan masukan terhadap calon soal integritas, kapabilitas, dan rekam jejak calon yang bersangkutan.
Akibatnya lebih jauh adalah akhirnya hanya calon tunggal dan calon tunggal ini memberikan kesan proses pencalonan ini mengangkangi prinsip Transparan, partisipatif , obyektif dan terbuka dan hal ini jelas tidak terpenuhinya prinsip demokrasi yang masyarakat harapkan.
Seleksi yang tidak selektif, objektif dan partisipatif, terbuka seperti ini harusnya sudah dihindari dan ditinggalkan dalam negara demokrasi dan berkonstitusi seperti Indonesia sekarang ini.
Sampai saat ini elit kita tidak jarang menampilkan pelaksanaan negara hukum dan negara demokrasi semu khususnya dalam proses pemilihan pejabat negara.
Lucu dan aneh kiranya dalam era demokrasi ini masih ada calon tunggal dan hal tersebut "anomali" dengan kata "pemilihan" . Pemilihan itu bermakna bnyak pilihan atau paling tidak lebih dari 1 calon bukan calon tunggal. Kalau calon tunggal jelas meniadakan pesan makna kata : "pemilihan". Kalau calon tunggal maka ketentuan kata pemilihan lebih bagus diganti saja dengan kata" penunjukan " atau "pengangkatan" calon hakim konstitusi . Jadi kalau itu sudah dirubah maka konsisten antara norma dengan pelaksanaannya.
Sudah saatnya kita berbenah untuk konsisten dengan prinsip konstitusi, prinsip negara hukum untuk keadilan dan rakyat banyak dengan kekuasaan yang diamanahkan oleh rakyat. Bukan sebaliknya melanggar, bertindak sewenang-wenang, dan tidak taat dengan norma Pasal 19 dan Pasal 20 UU tentang Mahkamah Konstitusi tadi, agar pejabat negara khusus para anggota DPR kita memberikan edukasi hukum dan politik kepada rakyat yang telah memilih dan mempercayakan amanah kekuasaan itu.
Juanda, menjelaskan lebih lanjut bahwa adanya dugaan tidak mentaati norma dalam proses pencalonan hakim konstitusi ini dulu pernah juga terjadi, tapi diulangi lagi sekarang ini, padahal mereka sangat paham pesan yuridis dan konsekuensi hukumnya jika makna Pasal 19 dan penjelasannya UU No. 24 Tahun 2003 dan Pasal 20 UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi itu tidak diikuti dan dipedomani secara total, lengkap dan utuh.
Konsekuensi hukumnya bisa saja dinilai dan ditafsirkan pencalonan hakim konstitusi Inosentius Samsul mengalami cacat hukum dan legitimasinya diragukan serta dipertanyakan keabsahannya.
Jika dianggap di cacat hukum keabsahannya dipertanyakan maka seharusnya proses pencalonan dibatalkan dan dilakukan proses ulang dari awal sesuai perintah ketentuan Pasal 19 UU No. 24 tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 dan Pasal 20 UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kritik ini penting dilakukan sebagai pesan moral dan tanggungjawab akademik untuk mengingatkan agar para pelaksana kewenangan dan kekuasaan di DPR konsisten dengan Undang Undang yang telah berlaku sebagai atribut negara hukum dan negara demokrasi yang berkonstitusi. Demikian Prof Juanda dengan senyum khasnya.
Baca Lainnya
Al-Qur’an dalam Perspektif Hermeneutika Amina Wadud: Membebaskan dari Bias Gender
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Jam
HUT RI ke-80 dan Hari Konstituai: Refleksi UUD NRI Tahun 1945
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Hari
Civil Society Islam: Peran Muhammadiyah dan NU dalam Artikulasi Kemerdekaan Indonesia
- 1 Suka .
- 0 Komentar .
- 5 Hari
Renungan untuk Para Anggota MPR RI di HUT Ke-80 RI
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 7 Hari
Ekspresi Simbolik Generasi Muda: Antara Imajinasi dan Identitas Baru
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 15 Hari
Tulisanmu, Saksi Zaman di Usia 80 Tahun Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 19 Hari
Aku, Kopi, dan Cerita yang Tak Pernah Selesai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Tapak Suci 62 Tahun: Mencetak Generasi Kuat, Mengembangkan Tradisi ke Penjuru Dunia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Aku Menulis, Maka Aku Kader: Menjaga Ingatan Umat di Tengah Derasnya Lupa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 25 Hari