Ekspresi Simbolik Generasi Muda: Antara Imajinasi dan Identitas Baru
Didik Hermawan
Rabu, 6 Agustus 2025 18:28 WIB

Didik Hermawan
Ketua PCPM Pakal
Fenomena pengibaran bendera anime One Piece di ruang publik yang belakangan mencuri perhatian seharusnya tidak dilihat semata-mata sebagai bentuk penyimpangan simbolik atau pengabaian terhadap nilai-nilai nasionalisme. Sebaliknya, ini bisa dimaknai sebagai ekspresi kultural baru yang menunjukkan bagaimana generasi muda membentuk identitas mereka di tengah dunia global dan digital.
Di era keterbukaan informasi dan pertukaran budaya yang sangat cepat, batas antara budaya lokal dan global semakin cair. Penggunaan simbol-simbol budaya populer seperti One Piece bukanlah bentuk pelecehan terhadap simbol kenegaraan, melainkan bagian dari cara baru anak muda membangun relasi dengan dunia dan membentuk narasi kebersamaan mereka sendiri.
Imajinasi Kolektif dan Solidaritas Lintas Batas
Tokoh-tokoh seperti Luffy dan bendera bajak laut Straw Hat dalam One Piece bukan sekadar fiksi, melainkan simbol dari nilai-nilai universal seperti kebebasan, persahabatan, perlawanan terhadap tirani, dan semangat pantang menyerah nilai-nilai yang juga selaras dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
Mengibarkan bendera One Piece bisa jadi bukan hanya bentuk “kekaguman”, tetapi ekspresi solidaritas dan identifikasi diri dengan nilai-nilai tersebut. Generasi muda menempatkan simbol ini sebagai bentuk imajinasi kolektif yang melampaui batas geografis dan sejarah formal negara. Ini bukan pengabaian, melainkan perluasan makna dari nasionalisme itu sendiri.
Menjelang bulan Agustus, banyak pihak menganggap bahwa ekspresi simbolik harus fokus pada simbol kebangsaan. Namun pendekatan semacam itu terlalu normatif dan tidak kontekstual dengan perkembangan budaya generasi muda saat ini. Cinta tanah air bisa diwujudkan dalam berbagai cara tidak hanya melalui bendera merah putih, tetapi juga lewat narasi-narasi baru yang relevan dan dekat dengan keseharian mereka.
Jika nasionalisme hanya dikaitkan dengan masa lalu, maka ia akan terasa jauh dan beku. Sebaliknya, jika nilai-nilai perjuangan disemai lewat budaya yang mereka cintai termasuk anime nasionalisme akan hidup dan tumbuh secara organik dalam diri mereka.
Daripada mempertanyakan relevansi pengibaran bendera One Piece, lebih baik kita menggali bagaimana simbol-simbol tersebut bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan nilai-nilai perjuangan bangsa dengan cara yang lebih inklusif dan membumi.
Jika anak muda bisa menemukan nilai-nilai perjuangan melalui cerita Luffy dan kawan-kawan, bukankah itu awal yang baik? Bukankah tugas kita bukan melarang mereka mencintai sesuatu, tetapi mengarahkan cinta itu agar bermuara pada tanah air?
Generasi muda bukan tidak cinta tanah air. Mereka hanya mengekspresikannya dengan cara yang berbeda. Dan tugas kita adalah memahami, bukan menghakimi.
Baca Lainnya
Tulisanmu, Saksi Zaman di Usia 80 Tahun Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 6 Hari
Aku, Kopi, dan Cerita yang Tak Pernah Selesai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 8 Hari
Tapak Suci 62 Tahun: Mencetak Generasi Kuat, Mengembangkan Tradisi ke Penjuru Dunia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 8 Hari
Aku Menulis, Maka Aku Kader: Menjaga Ingatan Umat di Tengah Derasnya Lupa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 13 Hari
Ketika Puisi Menjadi Jalan Pulang: Tentang Membaca dan Menemukan Diri
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 16 Hari
Ekonomi Kita Bukan Sekadar Angka: Saatnya Menggerakkan Rasa dan Rakyat
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Kalau Dikit-Dikit Tersinggung, Kapan Senangnya?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Menyongsong Agentic AI: Peluang dan Tanggung Jawab di Era Baru Kecerdasan Buatan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 2 Bulan
Hari Lahir Pancasila, PCPM Semampir Serukan Peran Pemuda sebagai Penjaga Nilai Kebangsaan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 2 Bulan