Renungan untuk Para Anggota MPR RI di HUT Ke-80 RI
M Arif'an
Kamis, 14 Agustus 2025 15:37 WIB

Oleh Prof. DR. Juanda SH. MH.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul Jakarta
Perjalanan praktik ketatanegaraan Republik Indonesia sejak 17 Agustus tahun 1945, telah banyak mengalami pasang surut. Selain pernah mengalami perubahan sistem pemerintahan, dari sistem Presidensial menjadi sistem parlementer diawal-awal kita merdeka tanpa merubah norma di dalam UUD 1945.
Juga pada tahun 1949 bentuk negara dari negara kesatuan berganti menjadi bentuk negara Serikat dengan berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Tidak lama berselang, penggantian terjadi dari Konstitusi RIS 1949 ke UUD S 1950 sampai keluarnya Dekrit Presiden tahun 1959.
Memasuki periode 1959-1965 masa orde lama penyelenggaraan Pemerintahan dan politik belum stabil dan pembangunan belum bisa dilakukan secara berencana dan merata.
Fase tahun 1966 sd tahun 1998 masa orde baru pemerintahan, ekonomi dan kehidupan politik cukup stabil meskipun pendekatan kekuasaan dilaksanakan secara sentralistik, dan otoriteristik sehingga demokrasi dan otonomi daerah sangat terpinggir dan belum berkembang dengan sehat.
Atas dasar fakta dan kelemahan di periode masa lalu itu pula gelombang dan semangat untuk melalukan evaluasi terhadap tatanan yang belum adaptif dan reformatif serta responsif terhadap kebutuhan dan tuntutan rakyat Indonesia maka melalui perubahan UUD 1945 sejak tahun 1999-2002.
Empat kali perubahan UUD NRI Tahun 1945 ternyata dinamika perkembangan dan tuntutan ketatanegaraan indonesia masa kini dan masa datang, tentu perubahan ke V menjadi suatu keniscayaan dan tidak bisa dielakkan.
Kebutuhan perubahan UUD NRI tahun 1945 sudah saatnya dipertimbangkan dan dilakukan oleh MPR sepanjang untuk kepentingan riel dan rasionil rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Juanda beberapa hal yang penting di pikirkan untuk dijadikan substansi materi perubahan ke V antara lain; soal penataan penguatan lembaga MPR, penguatan kewenangan dan fungsi DPD, penguatan pengawasan DPR, reevaluasi soal putusan MK yg sifatnya Final tetapi esensinya ternyata melanggar prinsip dan norma Konstitusi, soal perluasan kewenangan Komisi Yudisial, soal pengaturan apakah eksistensi Hakim Konstitusi tidak masuk dalam kualifikasi hakim dan soal penting pengaturan khusus tentang desa dalam satu bab tersendiri di dalam Konstitusi.
Beberapa hal tadi perlu dikaji lebih komprehensif untuk bahan perenungan para anggota MPR periode 2024-2029, dan oleh karena itu perubahan ke V UUD NRI tahun 1945 suatu keniscayaan dan kodrat konstitusional. Demikian Guru Besar Hukum Tata Negara Esa Unggul Jakarta mengakhiri pendapatnya.
Baca Lainnya
Ekspresi Simbolik Generasi Muda: Antara Imajinasi dan Identitas Baru
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 9 Hari
Tulisanmu, Saksi Zaman di Usia 80 Tahun Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 13 Hari
Aku, Kopi, dan Cerita yang Tak Pernah Selesai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 15 Hari
Tapak Suci 62 Tahun: Mencetak Generasi Kuat, Mengembangkan Tradisi ke Penjuru Dunia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 15 Hari
Aku Menulis, Maka Aku Kader: Menjaga Ingatan Umat di Tengah Derasnya Lupa
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 20 Hari
Ketika Puisi Menjadi Jalan Pulang: Tentang Membaca dan Menemukan Diri
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 23 Hari
Ekonomi Kita Bukan Sekadar Angka: Saatnya Menggerakkan Rasa dan Rakyat
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Kalau Dikit-Dikit Tersinggung, Kapan Senangnya?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 2 Bulan
Menyongsong Agentic AI: Peluang dan Tanggung Jawab di Era Baru Kecerdasan Buatan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 2 Bulan