Refleksi Akhir Tahun

Fathan Faris Saputro
Selasa, 17 Desember 2024 14:08 WIB
Ilustrasi


Oleh: Fathan Faris Saputro (Penulis Buku Kenapa Harus Berubah? Karena Tuhan Sesayang Itu)
Di penghujung tahun 2024, langit sore Jakarta berwarna oranye keemasan. Di sudut jalanan ramai di dekat Pasar Minggu, seorang pria bernama Satria tengah sibuk melayani pelanggan di gerobak es buahnya. Wajahnya teduh, meski sedikit lelah. Usianya baru menginjak 35 tahun, namun garis-garis halus di wajahnya menceritakan kisah perjuangan yang panjang.
“Bang, tambah susu kental manis ya,” ujar seorang pelanggan sambil menyodorkan mangkuk plastik.
“Siap, Mas. Ini es buah spesialnya,” jawab Satria dengan senyum ramah, tangannya cekatan menyelesaikan pesanan.
Tahun ini adalah tahun keempat Satria menggeluti usaha es buah. Bermula dari kebutuhan mendesak setelah di-PHK dari pabrik tekstil tempatnya bekerja, ia memutuskan untuk mencoba peruntungan di jalanan. Gerobaknya sederhana, tapi dihias dengan warna-warna cerah agar menarik perhatian.
Satria ingat betul bagaimana ia memulai usaha ini. Dengan uang pesangon yang tak seberapa, ia membeli gerobak bekas dan perlengkapan awal. Hari-hari pertamanya dihabiskan dalam kecemasan. Tidak mudah berdiri di tengah panasnya aspal, berteriak menawarkan dagangan sambil bersaing dengan pedagang lain.
“Bang, ini es buah kok cuma ada nangka sama melon? Tambahin yang lain dong,” pernah seorang pelanggan mengomentari dagangannya di awal usaha.
Kritikan itu menjadi cambuk bagi Satria. Ia belajar membuat es buah yang lebih bervariasi, menambahkan alpukat, kelapa muda, dan bahkan cincau. Lama-kelamaan, pelanggannya mulai bertambah. Beberapa bahkan menjadi langganan tetap.
Namun, perjuangan tidak berhenti di situ. Pandemi COVID-19 yang melanda dua tahun lalu hampir menghancurkan segalanya. Penjualan menurun drastis, dan Satria terpaksa menggadaikan motor untuk modal tambahan. Ia tetap bertahan, meski dalam hati sering bertanya, “Apakah ini semua akan ada hasilnya?”
Tahun 2024 membawa angin segar bagi Satria. Perlahan, ia mulai merasakan hasil dari kerja kerasnya. Salah satu momen paling membahagiakan adalah ketika ia berhasil membeli gerobak baru yang lebih besar dan kokoh.
“Alhamdulillah, sekarang lebih nyaman buat jualan. Nggak takut gerobaknya rusak lagi,” katanya suatu kali kepada seorang pelanggan setianya.
Tidak hanya itu, Satria juga mulai aktif mengikuti pelatihan bisnis kecil-kecilan yang diadakan komunitas pedagang di Jakarta. Dari sana, ia belajar cara mengatur keuangan, mempromosikan dagangan lewat media sosial, dan menjalin relasi dengan pedagang lain.
Kini, Satria bahkan memiliki akun Instagram khusus untuk usaha es buahnya, yang diberi nama “Es Buah Sejuk Hati”. Dengan bantuan anak sulungnya yang baru masuk SMA, ia rutin memposting foto-foto mangkuk es buah yang menggoda selera. Beberapa kali ia mendapat pesanan dalam jumlah besar untuk acara kantor atau pesta kecil.
Malam ini, di bawah temaram lampu jalan, Satria duduk di bangku kecil di belakang gerobaknya. Penjualannya hari ini cukup baik, seperti kebanyakan hari di akhir tahun. Orang-orang gemar membeli es buah untuk merayakan momen bersama keluarga. Sambil menatap jalanan yang mulai lengang, pikirannya melayang pada perjalanan hidupnya selama setahun terakhir.
“Ternyata, yang penting itu tetap percaya sama diri sendiri,” gumamnya pelan.
Ia ingat saat-saat sulit di awal tahun ketika istrinya sakit, sementara ia harus tetap bekerja untuk menghidupi keluarga. Ia juga teringat senyum anak-anaknya setiap kali ia pulang membawa sedikit lebih banyak uang dari biasanya. Semua itu, baginya, adalah sumber kekuatan.
Satria mengeluarkan buku catatan kecil dari tasnya. Buku itu berisi daftar target yang ia tulis di awal tahun. Beberapa target sudah berhasil dicapai, seperti menambah variasi menu dan memperbaiki gerobak. Namun, ada juga yang belum tercapai, seperti membuka kios kecil di dekat rumah.
“Insya Allah, tahun depan bisa,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ia menuliskan beberapa target baru untuk tahun 2025: menyekolahkan anaknya ke SMA favorit, meningkatkan tabungan, dan membeli kulkas tambahan agar bahan-bahan es buahnya tetap segar. Baginya, refleksi akhir tahun bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga merancang masa depan yang lebih baik.
Langit malam semakin gelap, namun hati Satria terasa hangat. Di tengah kerasnya kehidupan, ia menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana: melihat senyum pelanggannya, mendengar tawa anak-anaknya, dan merasakan bahwa usahanya tak sia-sia.
Tahun 2024 memang bukan tahun yang sempurna, tapi bagi Satria, ini adalah tahun yang penuh pelajaran. Ia belajar bahwa hidup adalah tentang bangkit, bertahan, dan terus melangkah meski jalan terasa berat.
“Selamat tinggal, 2024. Terima kasih untuk semua pelajarannya. Selamat datang, 2025. Aku siap menyambutmu dengan harapan baru,” ujarnya dalam hati, sebelum mendorong gerobaknya pulang ke rumah.

 

Baca Lainnya
Ragam Jenis Bahagia
Dzanur Roin
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 13 Hari
Energi Kepemimpinan: Bahagia Membahagiakan
M Arif'an
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 13 Hari
Bulan Hurum: Amalan Masuk Surga dengan Selamat 
Didik Hermawan
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 14 Hari
Mengenang 32 Tahun Buruh Marsinah, Penggerak  Sejahtera
Andi Hariyadi
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 16 Hari