Permasalahan Hukum dalam Pemilu dan Pilkada, Golput Bisakah Dipidana ?
Anang Dony Irawan
Minggu, 8 Desember 2024 16:56 WIB
Oleh: Satria Kurniawan Putra
Mahasiswa FH Universitas Muhammadiyah Surabaya
Untuk memastikan kepatuhan dan penegakan hukum, hukum pemilu Indonesia memiliki aturan main. Keadilan pemilu akan dicapai melalui kepatuhan dan penegakan hukum ini.
Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan Dan Pemilihan Umum, tindak pidana pemilihan adalah pelanggaran dan atau kejahatan yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Tata kelola pemilihan terdiri dari tiga tahapan, yaitu pembentukan aturan main, yang mencakup aturan kompetisi dan tata kelola pemilihan; penerapan aturan main tersebut; dan penyelesaian masalah hukum yang muncul selama proses pemilihan.
Karena hukum pemilu Indonesia memiliki aturan, kepatuhan dan penegakan hukum harus diantisipasi. Keadilan pemilu akan dicapai melalui kepatuhan dan penegakan hukum ini.
Golongan Putih yang biasa disebut "golput", adalah sebutan yang ditujukan kepada orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum, atau "pemilu".
Secara umum, golput adalah sebutan yang ditujukan kepada sekelompok orang yang tidak mau memilih salah satu partai atau calon peserta pemilu.
Di mana golput didefinisikan sebagai ketidakmampuan orang untuk menggunakan hak mereka untuk memilih dalam pemilu, baik legislatif, presiden, maupun kepala daerah, karena mereka tidak puas dengan sistem politik dan pemilu yang tidak banyak mengubah kehidupan masyarakat.
Hak Untuk Memilih dan Dipilih
Jika kita berbicara tentang golput, kita akan berbicara tentang hak politik, yaitu hak-hak yang dimiliki seseorang sebagai anggota organisasi politik, seperti hak untuk memilih, dipilih, mencalonkan diri, dan memegang jabatan umum dalam negara.
Hak politik juga dapat diartikan sebagai hak seseorang untuk memberi andil, melalui hak tersebut, dalam menangani masalah negara atau pemerintahan.
Pemilihan adalah cara untuk memberikan hak politik kepada warga negara, yang memungkinkan mereka untuk memilih, berpartisipasi dalam organisasi politik, dan mengikuti langsung kegiatan kampanye.
Selanjutnya, hak turut serta dalam pemerintahan telah dijamin dalam Pasal 43 UU HAM yang berbunyi:
1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Seperti yang ditunjukkan oleh bunyi pasal tersebut, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perbuatan yang memaksa orang lain untuk tidak memilih kandidat pemilu ini diatur dalam Pasal 284 UU Pemilu yang berbunyi:
1. Dalam hal terbukti pelaksana dan tim Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk:
a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
c. memilih Pasangan Calon tertentu;
d. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu,
dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Sebagai informasi, yang dimaksud dengan "menjanjikan atau memberikan" adalah upaya dari pelaksana dan tim Kampanye Pemilu untuk menjanjikan dan memberikan sesuatu untuk mempengaruhi pemilih.
Oleh karena itu, "materi lainnya" tidak termasuk pemberian barang-barang yang merupakan atribut Kampanye Pemilu, seperti kaus, bendera, topi, dan atribut lainnya. Selain itu, biaya makan dan minum peserta kampanye, biaya transportasi mereka, dan biaya pengadaan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, golputatau tidak menggunakan hak pilihnyadidefinisikan dalam Pasal 284 UU Pemilu sebagai janji untuk diberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan atas ketidakmampuan untuk menggunakan hak pilihnya.
Orang yang mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya dapat dipidana atas pelanggaran tersebut menurut undang-undang pemilihan berikut: :
Pasal 515
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Pasal 523 ayat (3)
Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Selain itu, golput adalah versi lain dari abstain, yang diambil dari "Golput Bukan Tindakan Pidana." Setiap instrumen pengambilan keputusan demokrasi memiliki mekanisme abstention. Baik menentukan pilihan maupun menahan diri adalah dua cara partisipasi dalam politik. Dengan demikian, golput tidak dapat dipidana.
Singkatnya, tidak ada sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap individu di Indonesia yang golput atau tidak memberikan suara dalam pemilu. Karena hak untuk memilih adalah hak konstitusional yang dilindungi oleh negara.
Dengan golput, pemilih Indonesia dapat dengan bebas menyatakan pendapat mereka tanpa dikenakan sanksi hukum. Pasal 23 ayat (1) UU HAM juga memperkuat hal ini, yang menjamin kebebasan seseorang untuk memilih dan memiliki keyakinan politik. Namun, orang yang mempengaruhi atau memaksa orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnyajuga dikenal sebagai golput atau memilih peserta pemilu tertentu dapat dipidana.
Golput adalah Hak, Bukan Kewajiban Dalam sistem hukum Indonesia, UUD 1945 (Pasal 28D ayat (3)) dan undang-undang terkait menjamin hak asasi warga negara untuk memilih dalam pemilu dan pilkada. Tidak ada kewajiban mutlak untuk menggunakan hak ini, dan itu diberikan secara sukarela. Oleh karena itu, golput, atau golongan putih, tidak dapat dipaksakan atau dipidana.
Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat harus menyadari bahwa hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi untuk memilih atau tidak memilih, juga dikenal sebagai golput. Mereka harus melakukan ini untuk menghormati kebebasan memilih. Upaya untuk mempidana golput tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum dan demokrasi.
Mengurangi Penyebab Golput dengan melakukan hal-hal berikut:
1. Penguatan Regulasi Pemilu
Walaupun golput tidak dapat dipidana, undang-undang harus dibuat untuk meningkatkan partisipasi:
2. Meningkatkan Kualitas Demokrasi
Sistem pemilu harus dievaluasi secara menyeluruh, termasuk memperbaiki cara kandidat partai politik dipilih.
3. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas dimana penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu harus memastikan bahwa semua proses pemilu transparan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tingginya angka golput sering kali mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem politik yang ada. Untuk itu golput harus dilihat sebagai kritik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem demokrasi daripada ancaman. Golput menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemilu dan kualitas kandidat perlu diperbaiki.
Pemerintah dan penyelenggara pemilu dapat mempertimbangkan untuk menawarkan opsi seperti "tidak setuju dengan kandidat mana pun" di surat suara untuk merespons kelompok masyarakat yang merasa tidak terwakili. Ini memungkinkan orang-orang tetap menyampaikan aspirasinya tanpa memilih kandidat tertentu.
Karena bertentangan dengan prinsip kebebasan hak pilih yang diatur dalam konstitusi, golput tidak boleh dipidana. Namun, menurunkan tingkat golput harus dicapai melalui perbaikan sistem politik, meningkatkan demokrasi, dan meningkatkan edukasi politik. Dengan tindakan-tindakan ini, diharapkan partisipasi masyarakat dalam pemilu akan meningkat secara alami tanpa dipaksakan oleh undang-undang.
Baca Lainnya
Peran Strategis Ibu dalam Membangun Karakter dan Keadilan Sosial
- 1 Suka .
- 0 Komentar .
- 3 Hari
Adab-adab yang Perlu Diketahui Umat Islam Ketika Keluar Rumah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 4 Hari
Cara Cepat Belajar Matematika untuk Anak-anak Jalanan dan Terlantar
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 8 Hari
Penetapan Kepala Daerah Terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 9 Hari
Refleksi Akhir Tahun
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 9 Hari
Adab Belajar Di Sekolah dan Di Rumah
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 10 Hari
Yang Harus Dilakukan Ketika Bangun Tidur
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 20 Hari
Pentingnya Saling Menghargai
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 21 Hari
Dinasti Politik dan Rekrutmen Politik di Indonesia
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 24 Hari