Muhammadiyah Menghadapi Evolusi TBC di Era Digital

yupan
Selasa, 14 Oktober 2025 10:14 WIB
Dokumen

Oleh: Alyvia Farda Humairo' (Ketua PC NA Mulyorejo)

 

Muhammadiyah merupakan organisasi islam yang dikenal dengan gerakan tajdid, yaitu pemurnian ajaran Islam dari penyakit takhayul, bid‘ah, dan churafat (TBC). Namun, pada era saat ini, Muhammadiyah berhadapan dengan bentuk baru dari irasionalitas modern.

Hal itu dikarenakan Muhammadiyah tidak hanya berhadapan pada ritual mistik tradisional, melainkan dengan budaya digital yang penuh irasional. Budaya-budaya yang berkembang ini menunjukkan bahwa TBC tidak punah, melainkan berevolusi, bahkan bentuknya jauh lebih kompleks, dan tersamar. 

Contohnya banyak terdapat di media sosial adalah Takhayul Modern, masyarakat mempercayainya bagaikan wahyu ilahi, padahal secara tidak langsung membentuk kepercayaan baru, yakni percaya pada konten spiritual digital, seperti ramalan zodiak, pembaca aura, pembaca kodam, atau tes kepribadian ilahi. 

Selain itu juga terdapat Bid’ah Modern, yang muncul dari ritual keagamaan tanpa dasar dengan cover kekinian. Misalnya, challenge doa TikTok yang menjanjikan jodoh dalam hitungan hari, atau praktik “menabung pahala” lewat like dan share konten tertentu. Ritual ini menormalisasi agama sebagai hiburan, bukan petunjuk hidup. 

Sementara itu, ada pula Churafat Modern yang lahir dari fanatisme terhadap suatu individu populer tanpa literasi. Banyak masyarakat menelan mentah-mentah pernyataan influencer religi yang tidak memiliki otoritas keilmuan. Kepercayaan buta seperti ini sama berbahayanya dengan churafat klasik, hanya saja kini dikemas dengan estetika digital.

Semua ini memperlihatkan bahwa irasionalitas tidak hilang, tapi bertransformasi. Karena itu, tantangan dakwah Muhammadiyah di era saat ini tidak hanya meluruskan keyakinan, tetapi juga mencerahkan pola pikir di tengah beragam informasi dan ilusi kebenaran digital.

Muhammadiyah kini menemukan medan dakwah baru, yakni media sosial. Muhammadiyah tidak hanya melakukan dakwah di atas mimbar masjid, tapi juga berdiskusi melalui podcast dakwah, video edukasi, infografis, dan tulisan informatif di media digital. 

Dakwah digital ini adalah bentuk tajdid yang baru. Jika pada masa K.H. Ahmad Dahlan purifikasi dilakukan lewat papan tulis, surau, serta kertas. Berbeda di era saat ini dilakukan melalui gawai. Namun, perlu digarisbawahi, tujuannya tetap sama yaitu menjaga kemurnian nilai Islam sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Baca Lainnya
Tak Pernah Menyerah, Hanya Terus Mengerjakan
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 9 Jam
Lulusan dari Doa Tukang Tambal Ban
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 3 Hari
Tawa di Balik Gerobak Cilok
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 5 Hari
Cahaya di Balik Seragam Lusuh
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 6 Hari
Rezeki yang Mengalir dari Gelas Es Pisang
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 7 Hari
Senyum di Tengah Asap Penggorengan
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 8 Hari
Sore di Ujung Jalan Kenangan
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 11 Hari