Anak Muda Dalam Penaklukan Konstantinopel 1453 dan Kesadaran Generasi Muda untuk Indonesia Emas 2045
yupan
Selasa, 31 Desember 2024 21:15 WIB

Oleh: Alfianur Rizal RRA MPd (Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAMX)
Cita-cita Masa Keemasan Indonesia 2045
Tahun 2045 merupakan tahun yang digadang-gadang menjadi tahun keemasan bagi Indonesia. Banyak hal serta harapan yang dinanti pada masa keemasan tersebut, mulai dari pertumbangan ekonomi Indonesia, semakin menguatnya karakter kebhinekaan, serta transisi sumber daya alam yang tidak mengesampingkan keseimbangan alam, dan banyak hal lain yang menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia.
Masa keemasan tersebut bukan hal yang fana jika persiapan pembangunan sumber daya manusia dimulai sejak hari ini, minimal munculnya sebuah kesadaran kolektif serta semangat bersama untuk mau berbenah, gotong royong dalam segala aspek positif pembangunan bangsa ini.
Kesadaran Kolektif dan Semangat Gotong Royong
Kesadaran kolektif atas pentingnya sebuah perubahan positif adalah langkah yang cukup besar untuk mengawali sebuah perubahan besar. Jika ditarik dalam konteks yang lebih parsial, maka kesadaran positif tersebut harus dimulai dari kesadaran personal atau individu, bahwa waktu dan zaman terus berjalan mengikuti arus perubahan yang tidak mungkin terhindarkan.
Jika boleh bersama-sama merenung dan meluangkan waktu untuk melakukan refleksi secara individu, disadari atau tidak bahwa asal muasal dari perubahan itu sendiri adalah dimulai dari setiap individu manusia, yang kemudian direncanakan sedemikian rupa, dilakukan secara kolektif, hingga akhirnya memberikan dampak meluas seiring berjalannya waktu, dengan berbagai hal-hal yang memengaruhi di sekitarnya.
Anak Muda Panglima Penakluk Konstantinopel
Dalam sejarah penaklukan Konstantinopel, yang dimpimpin oleh seorang raja yang cerdas, berpengetahuan luas, gigih, dan bijaksana yaitu, Sultan Mehmed II atau kemudian lebih dikenal sebagai Sultan Muhammad Al Fatih. Kegigihan yang muncul dari seorang Muhammad Al Fatih muncul dari sebuah kesadaran pribadi tentang pentingnya berbuat untuk sebuah perubahan yaitu menaklukan Konstantinopel di bawah kepemimpinan Kekaisaran Romawai/ Bizantium.
Dari beberapa sumber dikabarkan bahwa ketika penaklukan Konstaninopel, seorang Sultan Muhammad Al Fatih sedang menginjak usia antara 21 atau 23 tahun, usia tersebut jika ditarik pada konteks hari ini adalah usia produktif seseorang yang baru saja lulus Sarjana Strata Satu (S-1).
Sultan Muhammad Al Fatih terkenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, dan memiliki pengetahuan luas, bahkan dalam beberapa sumber tertulis bahwa Muhammad Al Fatih menguasai delapan bahasa saat usia 21 tahun, serta menguasai ilmu kemiliteran, dan matematika. Beberapa hal tersebutlah yang menjadi salah satu bekal Muhammad Al Fatih untuk dapat menaklukan Konstantinopel yang saat ini bernama Istanbul, Turki.
Munculnya Kesadaran dan Lahirnya Masa Keemasan Islam di Tanah Eropa
Sejak usia remaja Al Fatih banyak memelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, termasuk memelajari sejarah berbagai upaya penaklukan Konstantinopel yang pernah dilakukan oleh umat Islam.
Banyaknya kegagalan umat Islam dalam menaklukan Konstantinopel menjadikan Sultan Muhammad Al Fatih merasa terpanggil untuk berusaha keras, belajar banyak hal agar dapat menaklukan Konstantinopel, termasuk menyiapkan pasukan terbaiknya.
Kapal Besar Menaiki Bukit dan Masa Keemasan 1453
Tidak sampai di situ saja, kerja keras dan kegigihan seorang Sultan Muhammad Al Fatih benar-benar diuji dengan amat sangat luar biasa ketika mengetahui begitu kuatnya benteng pertahanan dan pasukan Kekaisaran Romawi ketika itu, hingga ditemukan satu-satunya jalan untuk bisa menggempur sisi terlemah benteng Konstantinopel yaitu melalui Selat Golden Horn.
Yang menjadi luar biasa di malam sebelum takuluknya Konstantinopel adalah, dengan penuh keyakinan dan kegigihan Suktan Muhammad Al Fatih mencoba untuk membangkitkan kesadaran kolektif para pasukannya untuk dapat bersama-sama memindahkan kapal-kapal besar mereka melewati dataran tinggi bukit Galata.
Sebuah ide yang sangat tidak masuk akal, karena harus membawa kapal-kapal besar menaiki bukit Galata untuk dipindahkan ke selat Golden Horn. Namun dengan keyakinan, kecerdasan serta bekal ilmu yang amat luas, Sultan Muhammad Al Fatih berhasil meyakinkan para pasukannya untuk bersama-sama membawa kapal-kapal yang besar melewati bukit Galata, hingga akhirnya kapal-kapal pasukan Sultan Muhammad Al Fatih bisa memenuhi selat Golden Horn yang merupakan titik terlemah benteng pertahanan Konstantinopel, dan akhirnya pada tanggal 29 Mei 1453, benteng Konstantinopel jatuh, dan seorang anak muda berusia 21 tahun, Sultan Muhammad Al Fatih bersama dengan seluruh pasukannya berhasil menaklukan Konstantinopel yang kini dikenal sebagai Istanbul, dimana keindahan bangunan suci Hagia Sophia atau Aya Sophia berada.
Anak Muda di Tahun 2025 dan Masa Keemasan 2045
Dari kisah sejarah singkat kegigihan seorang anak muda yang berusia 21 tahun yaitu Sultan Muhammad Al Fatih dalam menaklukan Konstantinopel, kita semua bisa mengambil sebuah hikmah terbaik yaitu, bahwa perubahan besar bisa dimulai dari siapa saja, termasuk seorang anak muda, yang hari ini digadang-gadang sebagai pewaris masa depan bangsa Indonesia, sekaligus membawa Indonesia pada era keemasan pada tahun 2045, yang dikenal sebagai istilah “Indonesia Emas”.
Perlu sebuah kesadaran yang mendalam, serta persiapan yang luar biasa, terutama dalam konteks membangun sumber daya manusia, agar Indonesia benar-benar siap menyambut masa keemasan tersebut.
Maka membangkitkan kesadaran serta kegigihan tersebut harus dan mutlak hukumnya, dilakukan serta dibuktikan di tahun 2025 yang tinggal menunggu hitungan jam saja.
Semoga di tahun 2025 semua generasi muda Indonesia siap menjadi Sultan Muhammad Al Fatih di era modern saat ini. Jika Sultan Muhammad Al Fatih berhasil menaklukan Konstantinopel di bawah kepemimpinan Kekaisaran Romawi/ Bizantium saat itu, maka generasi muda Indonesia harus menumbuhkan kesadaran dan membangkitkan kegigihannya untuk menaklukan Negara Kepulauan yang kita sebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, agar bisa menjadi Negara yang Adidaya, gemah ripah loh jinawi, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.
Baca Lainnya
Kalau Dikit-Dikit Tersinggung, Kapan Senangnya?
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 19 Hari
Menyongsong Agentic AI: Peluang dan Tanggung Jawab di Era Baru Kecerdasan Buatan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 27 Hari
Hari Lahir Pancasila, PCPM Semampir Serukan Peran Pemuda sebagai Penjaga Nilai Kebangsaan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 29 Hari
Kebohongan Publik Ayam Goreng Non Halal Termasuk Kejahatan Kuliner
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Alghorethicts: Etika untuk Otak Buatan di Era AI
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Nabi Ibrahim AS Mencari Tuhan Menginspirasi Lahirnya Strategi Pembelajaran Penemuan
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Pelantikan Bupati dan Wakil Kabupaten Serang
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Deep Learning dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
Dari Penguasa ke Mitra: Transformasi Peran Pemerintah dalam 25 Tahun Reformasi
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan
“Youth Guarantee", Dari Kampung Anak Negeri ke Kampung Harapan: Surabaya Bisa Jadi Pelopor Perlindungan Anak Berbasis Komunitas
- 0 Suka .
- 0 Komentar .
- 1 Bulan