Pengakuan WHO untuk EMT Muhammadiyah: Titik Balik Kesiapsiagaan Medis Indonesia

yupan
Kamis, 23 Oktober 2025 18:35 WIB
Dokumentasi Pengakuan WHO kepada EMT ‘the only and the first’ EMT yang berstandar Internasional di Indonesia. (Sumber : Dok. Muhammadiyah)

Oleh: Rizma Intan Nadya
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga


Sebagai seorang mahasiswa yang aktif mengikuti perkembangan kesehatan masyarakat, saya sangat antusias dengan berita peresmian verifikasi Emergency Medical Team (EMT) Muhammadiyah oleh World Health Organization (WHO) pada 19 Oktober 2023.

Acara ini menandai pengakuan resmi EMT Muhammadiyah sebagai EMT Type satu, sebuah standar internasional untuk tim medis darurat yang siap dikerahkan dalam situasi krisis kesehatan global.

Berdasarkan sumber resmi WHO dan laporan dari Muhammadiyah, pengakuan ini bukan sekadar penghargaan, melainkan titik balik bagi kesiapsiagaan medis Indonesia.

Pengakuan ini adalah pencapaian monumental, namun tantangan sesungguhnya terletak pada implementasi, replikasi, konsistensi, pengembangan, dan penyebarluasan informasi agar EMT Muhammadiyah dapat menjadi acuan nasional dan meminimalisir kekhawatiran akan ketiadaan tim kegawatdaruratan di Indonesia.

Pertama, pengakuan atau verifikasi dari WHO ini patut dipuji sebagai bukti kerja keras tim EMT Muhammadiyah yang telah memenuhi standar global.

Menurut laporan WHO pada Oktober 2023, EMT Type 1 adalah kategori tertinggi untuk tim medis darurat yang mampu menangani hingga 200 pasien per hari dalam kondisi bencana atau pandemi. EMT Muhammadiyah, yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah, telah melalui proses verifikasi ketat selama bertahun-tahun, termasuk pelatihan intensif dan simulasi lapangan.

Ini penting karena standar global seperti ini memastikan respons medis yang efektif, seperti yang terlihat dalam kegiatan relawan mereka saat perang Israel dengan palestine mereka turun di Gaza dan pada saat bencana gempa bumi Turki pada tahun 2023.

Dalam kedua aksi tersebut mereka membantu memberikan pelayanan sesuai standar internasional bagi mereka. Sebagai mahasiswa, saya melihat ini sebagai inspirasi bahwa komitmen lokal dapat bersaing di tingkat internasional, terutama di negara seperti Indonesia yang sering menghadapi bencana alam dan kesehatan publik.

Selanjutnya, dampak domestik dari pengakuan ini sangat signifikan bagi Indonesia, yang saat ini masih menghadapi tantangan besar dalam kesiapsiagaan medis darurat.

Data dari Kementerian Kesehatan RI pada 2023 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 2.000 tenaga medis darurat terlatih, namun jumlah ini masih kurang untuk menutupi kebutuhan nasional, terutama di daerah rawan bencana seperti Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.

EMT Muhammadiyah harus menjadi acuan standar di dalam negeri, dengan transfer pengetahuan melalui pelatihan bersama organisasi lain.

Kerja sama yang baik dengan pemerintah juga krusial, karena kegiatan ini telah menorehkan prestasi internasional yang bisa meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang mampu berkontribusi global.

Misalnya, selama gempa bumi di Cianjur pada November 2022, tim relawan kesehatan seperti ini terbukti vital, dan pengakuan WHO ini bisa mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan model EMT ke dalam kebijakan nasional, seperti yang direkomendasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Namun, tantangan keberlanjutan dan pengembangan tidak boleh diabaikan. Meskipun pengakuan ini luar biasa, kedepannya EMT Muhammadiyah mungkin perlu meningkatkan level operasionalnya, seperti menambah jumlah personel dan peralatan, untuk menghadapi skala bencana yang lebih besar.

Penyebarluasan informasi tentang kegiatan ini juga penting. Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui eksistensi EMT Muhammadiyah, padahal pengetahuan ini bisa meminimalisir kemungkinan mandeknya kegiatan akibat kurangnya dukungan.

Dengan informasi yang tersebar luas, masyarakat bisa terlibat meski tidak langsung. Seperti melalui donasi untuk mendukung operasional tim atau memang untuk bencana yang akan EMT ini bantu.

Selain itu, EMT Muhammadiyah bisa menjadi acuan ilmu dan pengalaman bagi organisasi lain dan masyarakat umum untuk terus belajar dan berperan kecil, seperti mengikuti kursus dasar pertolongan pertama.

Ini sangat berdampak bagi Indonesia, yang menurut laporan WHO 2023, masih rentan terhadap pandemi dan bencana, dengan kapasitas respons medis yang perlu diperkuat.

Dengan replikasi model ini, kita bisa mengurangi kekhawatiran akan tidak adanya tim kegawatdaruratan, seperti yang terjadi selama lonjakan kasus COVID-19 pada 2021-2022.

Kesimpulannya, pengakuan WHO atas EMT Muhammadiyah adalah momentum kebangkitan relawan kesehatan darurat Indonesia. Kita harus memanfaatkannya untuk membangun sistem yang lebih kuat dan inklusif.

Saya harap semua pemangku kepentingan pemerintah untuk memberikan dukungan regulasi dan pendanaan, lembaga kesehatan untuk berkolaborasi, dan masyarakat untuk menyebarluaskan informasi serta berdonasi untuk menjadikan ini sebagai awal perkembangan baru.

Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa dengan dukungan bersama, Indonesia bisa menjadi contoh global dalam kesiapsiagaan medis darurat. Mari kita dukung EMT Muhammadiyah agar kesehatan masyarakat kita lebih aman di masa depan.

Baca Lainnya
Pemuda, Jembatan Waktu Menuju Indonesia Emas 2045
Salim Bahrisy
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 16 Jam
Ia Tak Menilai dari Pakaian
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 5 Hari
Tak Pernah Menyerah, Hanya Terus Mengerjakan
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 7 Hari
Lulusan dari Doa Tukang Tambal Ban
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 10 Hari
Tawa di Balik Gerobak Cilok
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 12 Hari
Cahaya di Balik Seragam Lusuh
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 13 Hari
Rezeki yang Mengalir dari Gelas Es Pisang
Fathan Faris Saputro
  • 0 Suka .
  • 0 Komentar .
  • 14 Hari